Kery Genjot Produksi Beras

  • Bagikan
Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa


--Menerapkan Metode Ekstensifikasi

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa sangat percaya diri untuk mempertahankan predikat otoritanya sebagai wilayah lumbung beras Sultra. Sektor pertanian menjadi prioritas yang digenjot Bupati Kery, khususnya produksi beras. Berbagai instrumen kebijakan terus dilakukan dalam rangka meningkatkan produktivitas beras. Salah satunya, dengan menerapkan konsep ekstensifikasi pertanian pada sejumlah areal persawahan di Konawe.

Bupati Kery mengatakan, produktivitas padi di Konawe sangat melimpah untuk mencukupi kebutuhan domestik. Bahkan, hasil produksi petani Konawe pun sudah banyak yang dipasok ke luar Sultra. Hasil panen petani Konawe saat ini berkisar 7-9 ton per hektare.

"Pada wilayah yang menjadi basis persawahan, misalnya di kecamatan Tongauna, petani bahkan sudah menghasilkan panen sampai 13 ton setiap hektarenya," ujar Bupati Kery kepada Kendari Pos, kemarin.

Mantan Ketua DPRD Konawe itu menuturkan, dalam sekali masa panen, produksi padi yang dihasilkan mencapai sekira 200 ribu ton. Angka itu sudah didapat dari 42.500 hektare sawah di Konawe.

"Satu hari itu, rata-rata warga Konawe mengonsumsi beras sebanyak 300 ons. Jadi, 110 kg dalam setahun. Kalau saya hitung-hitung, kita masih bisa surplus kurang lebih 100 ribu ton beras," ucap Bupati Kery.

Bupati Konawe 2 periode itu menyebut, melimpahnya stok beras di Konawe, salah satunya juga ditopang alat-alat pendukung pertanian sudah terbilang memadai. Sebagai daerah agraris di Sultra, katanya, bantuan alat mesin pertanian (alsintan) dari pusat sudah banyak didatangkan ke Konawe.

Bupati Kery pun yakin, beras yang dihasilkan petani Konawe bisa terus mencukupi permintaan lokal maupun nasional. "Di samping itu juga, peran usaha penggilingan padi sangat vital. Misalkan masa panen berlangsung saat musim penghujan, gabah para petani bisa tetap dikeringkan menggunakan dryer (pengering) yang ada di tempat usaha penggilingan," bebernya.

Bupati Kery menerangkan, sentuhan teknologi tersebut turut andil menjaga stabilitas hasil pertanian padi di Konawe. Para petani tidak perlu lagi mengandalkan pola lantai jemur untuk mengeringkan hasil panennya saat musim hujan. Ia menyebut, ada 20 tempat penggilingan padi di Konawe yang sudah dilengkapi dryer. Misalnya yang berada di kecamatan Abuki, Tongauna, Wonggeduku, Wonggeduku Barat dan Pondidaha.

"Makanya, beras kita tetap surplus. Badan Urusan Logistik (Bulog) Konawe kadang kewalahan menampung pasokan beras yang akan masuk ke gudang penyimpanan mereka," imbuh politikus partai Nasdem Sultra itu.

Senada dengan itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Konawe Ferdinand Sapan mengemukakan, pemenuhan pangan terutama beras di Konawe, saat ini masih normal-normal saja. Hanya saja, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan kebutuhan pangan masyarakat akan terjadi peningkatan. Terlebih, dengan beraktivitasnya lima kawasan industri besar di wilayah tersebut. Kelimanya, yakni Kawasan Industri Konawe (KIK) Morosi, Konawe Industrial Park (KIP) Kapoiala, Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) Routa, Tiga Sekawan Resource Investmen (TSRI) Amonggedo, serta Investasi Perkebunan Kelapa Sawit.

"Tapi untuk pangannya, kita yakin tetap terpenuhi. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tidak boleh berkurang. Karena tidak boleh berkurang, artinya metode yang harus kita gunakan adalah ekstensifikasi lahan potensial," ujar Sekda Ferdinand.

Ia menambahkan, konsep ekstensifikasi pertanian yang telah ditetapkan di Konawe, salah satunya yakni metode menanam tiga kali dalam setahun alias IP300. Konsep ekstensifikasi tersebut, sambungnya, telah berhasil diterapkan pada areal persawahan di kecamatan Tongauna.

"Namun, ini belum menyeluruh. Petani kita masih dipusingkan dengan serangan hama tikus. Jadi, tanamnya belum serentak semua. Masih ada yang dua kali tanam dalam setahun," tutur Sekda Ferdinand.

Mantan Kepala BPKAD Konawe itu menyebut, lahan pertanian yang menerapkan metode ekstensifikasi di kecamatan Tongauna, luasannya mencapai 300 hektare. Produktivitas beras yang dihasilkan setiap hektare, jumlahnya sama. Metode panen tiga kali setahun itu, sambungnya, hanya memperpendek siklus tanamnya.

"Jadi, padi yang ditanam itu ialah benih yang berumur pendek. Serta, intensitas pengolahan tanah yang lebih cepat. Misal yang dulunya masa jedanya satu bulan, dipercepat menjadi 15 hari harus sudah diolah lagi," tandas Sekda Ferdinand. (adi/b)

  • Bagikan