KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Nahas menimpa AT, wanita asal Konawe Kepulauan (Konkep). Ibu dua anak itu tak menyangka kecalakaan lalu lintas (lakalantas) membuatnya berurusan dengan hukum. Motor yang ia kendarai mengalami kecelakaan dengan sebuah mini bus yang dibawa Ady Tanujaya di bilangan By Pas Jalan Laode Hadi, Kelurahan Wawowanggu pada 16 Januari lalu. AT yang mengalami luka berat; tangan kanan patah justru ditetapkan tersangka oleh Polresta Kendari.
Sedangkan mobil milik Ady Tanujaya hanya lecet lampu sein kanan belakang. Kini AT syok dan mencari keadilan. Kuasa Hukum AT, Rizki Sahidin Putra menyayangkan langkah kepolisian menetapkan kliennya sebagai tersangka. Padahal kliennya atau kuasa hukum tidak pernah diundang pada saat Satlantas Polresta kendari melakukan rekonstruksi perkara. Apalagi kliennya mengalami luka berat, dan menderita kerugian tangan sebelah kanan harus dioperasi karena patah. Juga motor dan handphone kliennya rusak berat.
Seharusnya AT dilindungi karena menderita banyak kerugian, namun Satlantas Polresta justru menetapkannya sebagai tersangka karena menabrak mobil. Padahal, menurut pria yang akrab disapa Rizki Middleton mobil tersebut tidak menyalakan sein sehingga mengakibatkan pemotor di belakangnya menabrak. "Jika kami mencocokan barang bukti mobil lecet di bagian belakang, berarti mobil tersebut belum berada pada posisi mengubah arus ke arah yang berlawanan (Pasar Baru; Jalan Laode Hadi). Bagaimana logika hukum yang digunakan Satlantas dalam menetapkan tersangka seorang korban yang mengalami patah tulang tangan dan harus menjalani operasi," kata advokat pentolan pelatihan Sistem peradilan Pidana anak yang digelar Kemenkumham di Jawa Barat itu.
Menurutnya, dalam penetapan tersangka, kepolisian tidak melihat secara utuh peristiwa hukum lakalantas. Ia kecewa dengan sikap Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Sultra AKBP Yudha Widyatama karena menolak laporannya tentang kliennya yang menjadi korban lakalantas dengan alasan hanya melakukan monitoring, tidak memiliki penyidik seperti Polresta. Penyidikan kasus lakalantas diberikan ke Polresta.
Tentu argumentasi, kata Rizki, bertentangan dengan pasal 15 (F) UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik yang menyebutkan: penyelenggara berkewajiban melaksanakan sesuai dengan standar pelayanan. Artinya Polri memberikan pelayanan kepada masyarakat, dalam penegakkan hukum harus menerima laporan ataupun pengaduan. Apalagi Perkap No 6 tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana pasal 3 (1): penyelidik berwewenang menerima laporan/pengaduan baik secara tertulis, lisan maupun mengunakan media elektronik tentang adanya suatu tindak pidana. "Artinya penyidik tidak bisa menolak laporan lisan maupun tertulis. Persoalan perkara itu bukan tindak pidana atau tidak cukup bukti bisa di SP3 (surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan). Semua harus proses, bukan menolak laporan masyarakat. Hal itu melanggar konstitusi Karena itu, ia berencana melakukan upaya Hukum akibat perbuatan yang merugikan kliennya.
Sementara itu, Kasat Lantas Polresta Kendari AKP Muchsin mengatakan AT ditetapkan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara penyidik. AT dijerat melanggar pasal 310 ayat 1 subsider pasal 108 ayat 1, 4 Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan. Juga diduga tidak menjaga jarak aman sesuai Peraturan Perundang-Undangan nomor 43 tahun 1993 pasal 62. "AT diduga mengambil jalur kanan jalan, yang mana jalur tersebut diperuntukkan kendaraan yang akan belok kanan, mengubah arah, kendaraan yang akan mendahului kendaraan lain sesuai dengan UU No. 22 tahun 2019 pasal 108 ayat 4. Juga tidak memegang surat izin mengemudi," katanya.
Mulanya mobil yang ditumpangi Ady bergerak dari arah Pasar Baru menuju arah Lepo-Lepo. Dari arah belakang (arah yang sama) bergerak sepeda motor yang dikendarai AT. Saat di By Pass Jalan La Ode Hadi Ady belok kanan, dari arah belakang ditabrak motor AT. (dan)