Empat Warga Sultra Lolos dari Jebakan Calo

  • Bagikan
Kepala BP3MI Sultra, La Ode Askar (kiri) dan Isnawati (kanan) saat proses pemulangan kepada keluarga, baru-baru ini.

Fulus Besar, Muslihat Calo PMI

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Calo penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal punya beragam cara memikat calon korbannya. Narasi calon PMI akan dapat fasilitas nyaman selama bekerja selalu jadi jualan calo PMI ilegal. Jualan bakal dapat fulus (gaji) besar menjadi senjata pamungkas calo merayu korbannya.

Fulus gede itu juga yang membuat Isnawati, warga Konawe Selatan (Konsel) tergiur bekerja di Arab Saudi. "Saya tergiur karena diiming-imingi gaji Rp9 jutaan perbulan oleh calo. Apalagi mengingat biaya sekolah anak-anak tinggi. Akhirnya saya mau ikut," ujar Isnawati, kemarin.

Isnawati tak sendiri. Tiga rekannya yang lain, nyaris menjadi korban. Breuntung mereka selamat dari jebakan fulus gede sang calo. Isnawati, warga Desa Motaha Kecamatan Angata, Konsel mengisahkan kronologi yang membuatnya nyaris menjadi korban perdagangan orang di luar negeri.

Isnawati menerima panggilan telepon dari seorang wanita yang mengaku bernama Rosmawati, warga Kabupaten Konawe. Sang calo menawarkan pekerjaan di luar negeri kepada Isnawati. Hingga akhirnya, ia meninggalkan kampung halaman menuju Jakarta pada 4 Januari 2023.

"Awalnya saya dihubungi melalui nomor telepon baru. Penelpon bernama Rosmawati dari Konawe. Dia mengaku sebagai sponsor pekerjaan migran ke luar negeri dan menawarkan saya menjadi tenaga PMI di Arab Saudi. Saya sebenarnya sama sekali tidak ada niat ke luar negeri,"cerita Isnawati.

Kala itu, lanjut Isnawati, ia sempat bertanya darimana Rosmawati mendapatkan nomor handphonenya. Namun dijawab pelaku dengan tawaran menjadi calon PMI di Arab Saudi. Isnawati percaya karena pelaku mengaku sebagai sponsor untuk mempekerjakan ke luar negeri. Apalagi Isnawati pernah menjadi PMI di Arab Saudi

"Dia bilang, di Arab Saudi terbuka besar-besaran tenaga kerja. Apalagi kalau eks PMI, itu tinggal memilih pekerjaan apa saja. Bisa jadi cleaning service, bisa langsung jadi karyawan perusahaan. Saya kan memang pernah ke Arab Saudi, dan saya pulang tahun 2013," tutur Isnawati.

Isnawati sempat ragu-ragu. Ia pun menanyakan apakah sponsor pekerjaan yang ditawarkan si pelaku itu resmi atau tidak. "Saat itu Rosmawati menyebut dia sebagai perwakilan PT.Trisula Panca Warna di daerah. Perusahaan resmi yang mengurus calon PMI yang berkantor pusat di Jakarta. Bahkan dia bersumpah, demi Allah ini resmi, katanya. Karena itu, saya janjian untuk mengurus paspor di Kendari," kisahnya.

Selanjutnya, pada saat mereka diberangkatkan, semua transportasi dan kebutuhan ditanggung perusahaan tersebut. "Nah saat itu saya berangkat bersama teman dari Konawe. Tapi mereka pengurusnya lewat ibu Risna. Kalau saya dan Susi dari Konsel melalui Rosmawati, tapi tetap satu perusahaan katanya. Mereka (Risna dan Rosmati) mengaku sebagai sponsor daerah perusahaan itu. Tugasnya hanya merekrut. Nah, tiba di Jakarta, kami langsung ke kantor PT.Trisula Panca Warna," kenang Isnawati.

Sehari tiba di kantor PT.Trisula Panca Warna ada insiden penggerebekan oleh polisi. "Saat itu saya mulai curiga, karena biasanya seperti pengalaman saya sebelumnya, jika berangkat kami tidak mampir kemana-mana gitu. Tapi langsung menuju bandara. Karena ada penggerebekan itu, akhirnya kami dipindahkan di salah satu tempat di daerah Munggang, Jakarta," jelas Isnawati.

Dua minggu kemudian, Isnawati dan teman-temannya mendadak dipresensi. Mereka diminta bersiap pada pukul 06.00 WIB. Calo mengatakan Isnawati Cs akan diberangkatkan menuju Bandara Soekarno-Hatta. "Tapi ternyata kita bukan ke bandara tapi naik bus menuju Surabaya, Jawa Timur. Saya sempat bertanya kenapa lewat Surabaya, katanya di bandara Soekarno-Hatta ditutup, karena ada jamaah umrah," Isnawati menurutkan kejanggalan yang ditemuinya.

15 jam Isnawati bersama rekan PMI lainnya menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Surabaya. Kecurigaan Isnawati kian menebal karena mereka bukannya menuju Bandara Juanda. Namun diinapkan di sebuah rumah warga di Surabaya.

"Saat itu saya bertanya kepada pengurus bernama Pak Koni, kenapa bukan menuju bandara. Dia beralasan pesawatnya delay. Akhirnya saya mulai protes, bahwa perusahaan ini ilegal. Tidak lama kemudian mereka menyita semua alat komunikasi kami. Saat itu, saya sempat melawan, saya bilang ini sudah pelanggan HAM, akhirnya mereka menyekap kami di sebuah indekos. Semua pintu keluar di tutup," jelas Isnawati.

Kendati disekap, Isnawati berusaha menghubungi suaminya Agus di Sultra dengan meminjam handphone penjaga indekos. "Saat itulah saya sampaikan semua perjalanan yang kami alami. Kami berjumlah 29 orang. 25 orang dari provinsi lain, kami 4 orang dari Sultra, "terangnya.

Isnawati menambahkan, saat perjalanan dari Jakarta ke Surabaya, mereka dijaga ketat orang berbeda-beda. "Kami berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Orangnya berbeda-beda. Ada nama Hasri, Bambang, Koni, dan ada nama ibu Jihan. Ibu Jihan itu yang di Surabaya, itulah yang sita handphone kami semua," tutup Isnawati.

Untuk diketahui, awal Februari ini, Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Jawa Timur (Jatim) dan Polda Jatim berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 29 PMI ke luar negeri. Empat orang diantaranya adalah warga Sultra.

Mereka adalah Isnawati (38), warga Desa Motaha Kecamatan Angata Kabupaten Konsel dan Susi (39) warga Desa Benua Utama Kecamatan Benua, Konsel. Dua orang lainnya warga Kabupaten Konawe, yakni Anis (34) warga Desa Wonua Monapa Kecamatan Pondidaha, dan Lala Santriani (29) warga Desa Anggotoa Kecamatan Wawotobi.

Empat calon PMI asal Sultra itu lolos dari jebakan fulus gede sang calo. Keberhasilan itu berkat informasi dari Isnawati melalui sang suami Agus kepada BP3MI Sultra. Mereka sudah kembali ke keluarga masing-masing pada 3 Februari lalu.

Kepala BP3MI Sultra, La Ode Askar, mengungkapkan, peristiwa itu terungkap berkat laporan Agus (53), suami Isnawati kepada BP3MI Sultra. "Pada hari Senin 30 Januari 2023, Agus melaporkan istrinya sebagai calon PMI berada dalam masalah," ujar Askar di ruang kerjanya, baru-baru ini. (kam/b)

  • Bagikan