Saling Lempar Tanggung Jawab
Tim kolaborator mengonfirmasi instansi-instansi yang terkait pengawasan ikan napoleon. Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Baubau, Yuni Irawati Wijaya mengatakan, orang-orang sebenarnya tahu bahwa ikan napoleon dilindungi. ”Saya yakin orang tahu napoleon itu dilarang. Pasti tahu, tapi orang berkelit bahwa tidak masalah dikonsumsi karena sudah mati,” ujarnya.
Kata Yuni, pelabuhan jembatan Batu tak masuk area pengawasan SKIPM Baubau. Tidak ada petugas yang ditempatkan karena bukan pelabuhan resmi. Selama 10 bulan bertugas di Baubau, Yuni mengaku belum pernah menerima laporan tentang perdagangan ikan napoleon. Begitu pula dalam proses pengawasannya, belum pernah menemukan adanya aktivitas bongkar muat napoleon.
Yuni menduga, transaksi napoleon di tempat-tempat yang tidak diawasi, dilakukan tengah malam saat tak ada petugas SKIPM berjaga, atau ada petugas lain yang membantu melancarkan aksi ilegal itu. “Misalnya, di pelabuhan. Banyak petugas (instansi) lain yang bertugas 24 jam. Bisa saja masuk lewat sana,” bebernya.
Koordinator Wilayah Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Baubau, Marni mengungkapkan hal senada. Tak ada pengawasan yang intensif. Pihaknya belum bisa melakukan pengawasan terpadu yang melibatkan Dinas Perikanan, Syahbandar Perikanan, dan SKIPM setempat. Pengawasan di pasar tidak terprogram secara mandiri. Setiap tahun hanya bisa dua kali turun lapangan bersama instansi terkait.
Marni mengaku belum pernah menerima laporan atau menemukan kasus perdagangan ikan napoleon di Baubau. Terkait aktivitas bongkar muat ikan napoleon di jembatan Batu, Marni mengaku tak tahu menahu. Jembatan Batu hanyalah pelabuhan biasa, bukan pelabuhan perikanan sehingga tak masuk area pengawasan. Untuk melakukan penindakan, PSDKP hanya bisa menunggu laporan.
Soal instansi apa yang mengawasi perdagangan ikan napoleon di pasar, Marni menyebut tugas itu melekat pada PSDKP, SKIPM, dan Dinas Perikanan. “Kami mengawasi di mana saja sepanjang ada unsur kelautan dan perikanan. Itu tugas pokok kami,” Marni menambahkan.
Marni menjelaskan, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 Tahun 2013 tentang Perlindungan Ikan Napoleon, ikan napoleon berukuran 100 gram sampai 1 kg dan di atas 3 kg merupakan jenis yang dilindungi. Sedangkan ikan napoleon dengan ukuran 1-3 kg boleh dimanfaatkan.
Kepala Dinas Perikanan Baubau melalui Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Muhamad Musnawir mengatakan, pengawasan perdagangan ikan napoleon bukan wewenang Dinas Perikanan. “Yang kompeten di sini, misalnya, karantina atau PSDKP,” ujarnya.
Namun, Musnawir tak menampik adanya jual beli ikan napoleon di pasar-pasar tradisional Kota Baubau. Penjualannya bersifat insidentil. Tidak intens. “Kalau hanya sebatas mengetahui saja bahwa ada ikan napoleon yang terjual di pasar, ya, kita tahu. Tapi kan tidak setiap saat,” akunya.
Perdagangan napoleon cukup marak di Baubau. Hanya dalam kurun waktu dua hari, pada Juni lalu, Aba telah dua kali menawari tim kami untuk membeli ikan napoleon. Sedikitnya, sudah empat pedagang napoleon yang kami temui di Kota Baubau. Aba dan Pati (nama disamarkan) yang menjual di pasar Wameo, Mudi (nama disamarkan) di tempat pelelangan ikan Baubau, dan Juno (nama disamarkan) di pasar Karya Nugraha. Padahal, rata-rata pedagang yang kami temui mengetahui bahwa napoleon merupakan ikan yang dilindungi.
Kepala pasar Wameo yang karib disapa Bang Ririn mengaku, dalam sebulan kadang menyaksikan seekor ikan napoleon mati diperjualbelikan di pasar Wameo. Ukurannya bisa mencapai 50 kg dengan harga berkisar antara Rp2 juta sampai Rp3 juta. Modusnya, pemesan datang menanyakan stok ikan napoleon. Jika ada, akan segera diantar kepada pemesan.
“Kadang-kadang dibutuhkan oleh bos-bos, orang-orang penting. Saya tidak tahu apa manfaatnya sampai begitu digemari. Bos-bos ini, ya, orang-orang berada yang mampu beli,” ujarnya
Pernyataan Ririn sejalan dengan pengakuan Aba. “Nanti ada yang pesan baru kita telepon. Kadang lebih dari 50 kg,” kata Aba.
Tidak jauh dari pasar Wameo, ikan napoleon juga diperjualbelikan secara bebas oleh pedagang sore ikan bakar kaki lima di bahu jalan Airlangga, Kelurahan Lanto. Pemilik lapak mengaku, ikan diperoleh langsung dari para nelayan, lalu dijual ke pelanggan tetap yang katanya orang-orang berduit.
Kapal Pengangkut Napoleon Rute Wakatobi - Baubau
Jembatan Batu, Kota Baubau menjadi sentra bongkar muat ikan napoleon yang didatangkan dari Wakatobi. Ada kapal asal Wanci, Kaledupa, Tomia, hingga Binongko. Kami mencoba mewawancarai para ABK (anak buah kapal) dan pemilik kapal. Rata-rata dari mereka mengakui pernah mengangkut ikan napoleon.
Darwin (bukan nama sebenarnya), pemilik salah satu kapal asal Tomia, tahu betul betul napoleon dilindungi. Tapi ia tetap menerima jasa muatan napoleon dari Tomia ke Baubau. ABK kapal asal Wanci, Darin (bukan nama sebenarnya) menuturkan, kapalnya menerima jasa muatan napoleon. Ikan dikirim dalam kotak gabus (styrofoam box) yang masing-masing sudah memiliki pemesan. “Saya punya teman-teman nelayan yang biasa menangkap napoleon. Kalau mau, pesan langsung saja ke mereka,” ujarnya.
Selama reportase di jembatan Batu dan pasar Wameo, tim kami tidak pernah menemui ada petugas yang mengawasi perdagangan ilegal ikan yang dilindungi. Ini mengindikasikan lemahnya pengawasan oleh pihak berwenang.
Perdagangan bebas ikan napoleon di pasar Wameo sudah berlangsung lama. Sejak ikan napoleon ditetapkan oleh undang-undang sebagai spesies yang dilindungi secara terbatas pada tahun 2013.
Dalam penelusuran digital, tim kolaborasi mendapati akun Instagram seorang fotografer lokal Kota Baubau yang pada akhir 2017 lalu mengunggah aktivitas pedagang ikan di pasar Wameo yang sedang memotong-motong badan ikan napoleon untuk dijual. Saat dikonfirmasi langsung, fotografer lokal itu mengakui kebenaran foto tersebut. Dirinya mengabadikan momen perdagangan ikan napoleon di pasar basah Wameo. “Itu kan ikan yang dilindungi,” tuturnya. (a)
Disuplai dari Wakatobi, Jadi Sup Mewah Orang-orang Penting
Tim Liputan Kolaborasi Harian Kendari Pos, Mongabay, dan Harian Rakyat Sultra
atas dukungan Garda Animalia dan Auriga Nusantara dalam program Bela Satwa.