KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Kehadiran PT. Vale Indonesia di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, juga memengaruhi pola cocok tanam petani padi. Sejumlah petani mulai melakukan budi daya padi organik (tanpa bahan kimia). Mereka diedukasi lembaga bernama Aliksa, mitra Vale tentang manfaat menanam padi organik. Selain menghasilkan beras berkualitas, masa panen padi organik lebih cepat.
Panas terik menyengat Senin (28/11) siang itu. Hamparan sawah yang hijau di Desa Puubanga dan Desa Puuroda, Kecamatan Baula, Kabupaten Kolaka, tumbuh subur. Biji-biji padi mulai merekah, daunnya mulai menguning. Batangnya mulai menunduk.
Watno, petani desa setempat berjalan di pematang sawah. Ia menggunakan kaos biru didampingi Ridwan, Fasilitator Penyuluh Organik dari Aliksa melihat kondisi tanaman padi System of Rice Intensification (SRI) organik yang dikembangkan di lahan seluas tiga hektar di dua desa itu.
Watno awalnya tak mengetahui cara menanam padi SRI organik. Namun Vale melalui Aliska mengedukasinya. Ia menyadari bila menanam padi organik, biayanya lebih hemat dibanding konvensional. Sebab ia tak perlu membeli pestisida untuk membasmi hama tanaman, juga tak perlu mengeluarkan biaya membeli pupuk.
Pupuk dan pengendali hama diproduksi secara mandiri dengan memanfaatkan bahan-bahan di kawasan persawahan. "Kini tak perlu bahan kimia untuk mengendalikan hama, sebab pengendali hama bisa diproduksi sendiri. Kita tidak membunuh hama. Tapi sifatnya mengusir hama," katanya ditemui di pematang sawah.
Watno tak menampik bila mulanya sulit menanam padi organik dibandingkan konvensional. Sebab sudah bertahun-tahun, ia menanam padi konvensional. Jadi untuk beralih, ia butuh penyesuaian. Apalagi budi daya padi organik, setiap lubang tanaman hanya disemai satu benih saja. Sedangkan sistem konvensional satu lubang bisa diisi banyak benih. Namun kini ia mulai terbiasa.
Watno berharap pendapatan bisa lebih meningkat dengan budi daya padi organik. Apalagi padi organik memiliki kualitas yang unggul. Produksinya juga lebih tinggi dibandingkan dengan padi konvensional. Masa panennya lebih cepat, hanya 105 hari. Satu hektar bisa memproduksi 4 hingga 6 ton padi organik.
Dari sisi kesehatan, menurutnya, padi organik lebih aman dikonsumsi. Alasannya tidak menggunakan bahan kimia dalam perawatannya. Selain itu, ia tak perlu membeli pupuk. Hanya memanfaatkan bahan sekitar sawah untuk membuat pupuk, seperti dedaunan dan kotoran hewan.
"Kita tidak membeli pupuk lagi. Pupuk organik yang kami buat tak hanya menyuburkan tanah dan tanaman, tapi juga pengendali hama," ujar Watno kepada wartawan.
Ridwan, Fasilitator Penyuluh Organik dari Aliksa, mengatakan petani mulai beralih dari budi daya padi sistem konvensional menjadi SRI organik sejak tahun lalu. Jadi sudah ada yang dipanen dan dipasarkan ke masyarakat. Harganya kisaran Rp 14 ribu per kilogram. Memang lebih mahal dibanding padi non organik sebab dari kualitas dan kesehatan, lebih terjamin. "Kita harus mementingkan kesehatan ketimbang harga. Kesehatan jauh lebih mahal. Inilah yang akan terus kita kenalkan kepada petani dan masyarakat," tuturnya.
Bahkan padi organik, kata dia, ketika di-masak bisa lebih tahan lama. Tak mudah basi. Bisa bertahan hingga 3 hari. Selain itu, biaya penanaman padi organik lebih hemat dan efisien dibandingkan konvensional.
Penanaman padi dengan sistem organik hanya butuh bibit 5 kilogram per hektar. Sedangkan cara konvensional butuh 70 sampai 100 kilogram per hektar. Bahkan pola tanamnya juga jauh lebih mudah; sistem tanam pindah.
"Cara menanamnya, benih padi disemaikan terlebih dahulu di lahan persemaian selama 20 sampai 24 hari. Saat bibit siap untuk dipindahkan, bibit di tanam ke petakan sawah. Hanya satu benih per lubang tanam. Sedangkan sistem konvensional, tiap lubang tanam bisa sampai lima benih padi yang sudah disemaikan," ungkapnya.
Selain itu, masa panennya lebih cepat dibandingkan cara konvensional. Hanya kisaran tiga bulan saja sudah panen. Produksinya bisa mencapai 4 sampai 6 ton per hektar. Dari segi medis, beras organik lebih sehat. "Dari sisi harga Rp 4.400 gabah per ton, sedangkan beras organik saat ini yang dijual berasnya, belum pernah jual gabah," katanya.
Rumah berkontruksi kayu di kawasan sawah Desa Puuroda menjadi lokasi produksi pupuk organik. Di sana, warga dan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Wanita (Melati) mengolah deadunan, kotoran hewan dan Mikro Organisme Lokal (MOL) untuk membuat pupuk secara mandiri.
Indah, Ketua Kelompok Tani Wanita Desa Puuroda, Kecamatan Baula, Kolaka, menjelaskan mekanisme pembuatan pupuk organik. Bahanya campuran kotoran hewan, daun-daunan dan MOL. Hanya butuh waktu satu bulan, pupuk organik siap digunakan. "Selain pupuk padat. Kami juga membuat pupuk cair yang memiliki kegunaan untuk kesuburan tanah dan tanaman, juga pengendalian hama,” jelasnya petani perempuan itu kala ditemui di rumah pupuk. (dan)