Mafia Napoleon Taman Nasional Wakatobi: Disamarkan, Dibawa ke Bali, Dijual ke Singapura hingga Dubai

  • Bagikan

Dijual di Kapal Besar

Salah satu pengepul ikan sekaligus pembudidaya aneka jenis ikan karang, termasuk napoleon, di pesisir barat daya Tomia adalah Lawa. Lawa–nama samaran-menjadi pengepul ikan sejak tahun 1999. Sumber ikan dari Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.

Ikan napoleon hidup dibeli Lawa dari nelayan, selanjutnya ia jual ke pembeli di kapal besar yang datang dari luar Wakatobi. Biasanya kapal itu berlabuh setiap dua bulan sekali. Rute pelayarannya : Bali - Selayar - Bulukumba - Korumpa - Kabaena - Wanci - Tomia - Kendari - Wawonii - Palu - Pulau Bungku - Bitung. “Jika sudah memenuhi target (orderan,red) maka langsung diekspor ke Hongkong,” tuturnya.

Aktivitas bongkar muat boks ikan yang dikirim dari Wakatobi di pelabuhan Kendari

Kapal itu memasang bendera negara Indonesia ketika berlayar di pulau-pulau Indonesia. Sesampai di Bitung dan ketika hendak menuju Hongkong, kapal itu memasang bendera Hongkong. Lawa sempat menunjukkan kapal dimaksud namun berada di kejauhan sehingga menyulitkan tim kolaborasi untuk mengidentifikasi kapal itu. Untuk ikan napoleon mati, Lawa mengirimnya ke pengepul besar di Wanci. “Dari Wanci dikirim lagi ke Kendari dan dipasarkan sampai ke Makassar,” katanya.

Berbekal keterangan Lawa di Pulau Tomia dan warga lokal di Wanci, tim liputan kolaborasi mendatangi salah satu pengepul napoleon di Kampung Mola di bagian selatan Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. “Ini semua rumah nelayan,” kata seorang warga lokal sembari menunjuk deretan rumah apung nelayan yang berdiri di atas perairan dangkal.

Rumah pengepul yang kami tuju berjarak sekira dua kilometer dari resort Pengelola Taman Nasional Wakatobi Wilayah Wangi-wangi Selatan dan dapat ditempuh tujuh menit menggunakan sepeda motor.

“Banyak yang pelihara ikan begini (napoleon),” kata pengepul di Kampung Mola itu, sebut saja namanya Rafi, sambil menunjuk keramba yang berada tepat di bawah kolong rumah.

Dalam keramba jaring sekira 12 meter persegi itu, beberapa napoleon kecil, beratnya sekira lima ons. Ikan-ikan napoleon itu dipelihara bersama ikan kerapu. “Ada juga yang besar, panjangnya satu meter,” kata Rafi.

Namun ia enggan menunjukkan lokasi keramba penyimpanan napoleon. Tak sulit bagi Rafi memasok napoleon. Nelayan langganannya setiap saat mengumpulkan napoleon.

Rafi menjual ikan napoleon ke kapal besar dari Bali. Ketika melepas ikannya ke kapal pembeli, Rafi mencampur napoleon hidup bersama ikan-ikan karang jenis sunu dan kerapu dalam bak penampungan khusus.

Aktivitas pemuatan ikan ke kapal dilakukan sembunyi-sembunyi. Rafi enggan menyebut nama kapal pengangkut dan lembaga berwenang yang menerbitkan izin perdagangan napoleon bagi kapal pengangkut itu. “Pemuatan di sana (Bali) setiap dua bulan. Tinggal laporan dari sini kalau sudah tertampung, lapor lagi ke sana,” tuturnya.

Perkampungan masyarakat nelayan di pesisir Pulau Wangi-wangi.jpg

Adapun ikan napoleon mati disuplai ke Kota Kendari. Harganya rata-rata Rp200 ribu per kilogram. Dikirim ke Kendari menggunakan kapal penumpang regular rute Wangi-wangi-Kendari. Ikan napoleon digabung bersama ikan karang jenis lainnya di dalam kotak gabus (styrofoam box) dan disegel lakban. “Sesampainya di Kendari, lalu dikirim ke Makassar,” kata Rafi yang mengaku pernah bertemu salah satu bos penampung ikan napoleon di sekitar kawasan Pasar Pelelangan Ikan (PPI) Kendari.

Berdasarkan pantauan tim liputan kolaborasi, di pelabuhan persinggahan kapal jalur Wakatobi-Kendari dan Wakatobi-Baubau, tidak terlihat petugas pelabuhan dan petugas Balai Karantina Ikan setempat memeriksa isi styrofoam box yang dimuat oleh kapal dari Wakatobi.

  • Bagikan