Belum Ada Parpol Nonparlemen Lolos Verifikasi Faktual

  • Bagikan

KENDARINEWS.COM -- Tahapan masa perbaikan diharapkan bisa dimanfaatkan sembilan partai politik (parpol) nonparlemen yang tengah mengikuti tahap verifikasi faktual (verfak). Mereka dinyatakan belum memenuhi syarat (BMS) dalam penyampaian hasil verfak pada akhir pekan lalu.

Seperti diketahui, KPU mengumumkan, belum ada satu pun di antara sembilan parpol nonparlemen yang memenuhi syarat dalam verfak. Sembilan parpol tersebut adalah PSI, Partai Ummat, Partai Kebangkitan Nusantara, Partai Hanura, Partai Gelora, Partai Perindo, PBB, Partai Garuda, dan Partai Buruh.

Komisioner KPU Idham Holik enggan membahas lebih detail kelayakan sembilan parpol itu. Termasuk soal kans mereka apakah bisa memenuhi perbaikan atau tidak nantinya. ”Kami belum bisa berspekulasi,” ujarnya saat dikonfirmasi, kemarin.

Yang jelas, dari hasil verfak, belum ada yang memenuhi syarat. Pihaknya masih memberikan kesempatan perbaikan. ”Kami berikan (waktu, Red) kepada parpol. Sebagaimana hak yang diberikan kepada parpol sebelumnya untuk melakukan perbaikan,” imbuhnya.

Idham berharap waktu yang ada dimaksimalkan parpol sebaik mungkin. ”Sehingga kebutuhan perbaikan persyaratan data dapat dipenuhi,” tuturnya. KPU sendiri tidak memublikasikan sejauh mana kekurangan tiap-tiap partai.

Sebagaimana keputusan KPU nomor 384 tentang pedoman pendaftaran parpol, parpol diberi waktu dua pekan atau hingga 23 November 2022 untuk menyerahkan berkas perbaikannya. Nantinya berkas perbaikan akan diverifikasi ulang ke lapangan.

Sementara itu, Manajer Pemantauan Seknas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu menilai banyaknya parpol yang BMS dalam verfak kali ini cukup wajar. Selain syarat yang tidak mudah, metode Kretje-Morgan yang digunakan dalam mengambil sampel kali ini lebih berat daripada saat 2019 lalu. ”Secara metode ini sangat merugikan partai politik baru,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Pada 2019 metode verfak dilakukan dengan mengambil sampel secara sederhana. Daerah yang menggunakan persyaratan 1.000 anggota maupun daerah dengan syarat 1/1.000 jumlah penduduk, keduanya sama-sama diambil sampel 10 persen.

Sementara dengan Kretje-Morgan, angkanya bisa jauh lebih tinggi atau di atas 10 persen. Untuk yang menyerahkan 2.000 anggota, misalnya, yang akan dilakukan verfaknya itu bisa 322, bukan 200.

Secara umum, lanjut Aji, perubahan metode memberi kesan tidak adil. Sebab, saat partai parlemen pada 2019 masih diwajibkan verfak, metodenya lebih mudah. ”Penggunaan metode ini juga yang dulu tidak digunakan bagi partai parlemen,” imbuhnya.

Perbedaan perlakuan, jelas Aji, sejatinya sudah berlangsung. Yakni saat Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mewajibkan parpol parlemen diverfak. ”Jadi, indikasi ketidakadilan sebenarnya sudah terlihat sejak putusan MK keluar,” ucapnya. (jpg)

  • Bagikan