Penulis : Arniaty DK, S.P., M.Si (Kepala Bidang Pemberdayaan dan kelembagaan Usaha Perikanan Dinas Perikanan Kota Kendari)
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Satu dari lima Implementasi Ekonomi Biru yang di canangkan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah “Pengelolaan Sampah Laut”. Empat yang lain adalah penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zona penangkapan; perluasan wilayah konservasi laut; pengembangan budidaya laut, pesisir dan tawar; dan pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau kecil.
Sampah laut memang menjadi tantangan yang dihadapi dalam tata kelola kelautan dan perikanan. Berdasarkan hasil penelitian LIPI (sekarang BRIN) tahun 2018, sampah laut mencapai 0,27 – 0,59 juta ton/tahun.
Atas dasar inilah, program “Bulan Cinta Laut” diluncurkan sebagai respon cepat KKP untuk mengurangi sampah laut hingga 70% pada tahun 2030. Inilah upaya nyata mewujudkan Indonesia Emas 2045 dalam peradigma ekonomi biru dan ini hanya akan tercapai manakala laut kita bersih.
Istilah ekonomi biru mulai popular sekitar 14 tahun lalu (2008). Ekonomi biru atau biasa disebut ekonomi berbasis laut adalah suatu konsep (paradigma) yang berupaya mewujudkan keseimbangan antara dua aspek yang terkait dalam ekosistem kelautan yaitu ekologi dan ekonomi.
Artinya, ekonomi biru dimaksudkan tidak semata-mata melihat potensi kelautan sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga sangat penting menjaga kelestarian lingkungan hidup sehingga Indonesia mampu mengambil manfaat ekonomi secara berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan menghadirkan kesejahteraan yang nyata bagi warga.
Program “Bulan Cinta Laut” memiliki agenda: satu bulan dalam satu tahun nelayan tidak mengambil ikan; nelayan mengambil dan mengumpulkan sampah; sampah akan dibayar sesuai harga ikan terendah; dan sampah laut diolah untuk mendapatkan nilai ekonomi.
Kota Kendari menjadi salah satu lokasi kegiatan “Bulan Cinta Laut” tahun 2022. Oleh karena itu, sosialisasi kepada berbagai stakeholder terakit mutlak diperlukan dan terutama kepada nelayan.
Lokasi yang ditetapkan sebagai “Bulan Cinta Laut” di Kota kendari adalah “Teluk Kendari dan sekitarnya” dengan target nelayan yang terlibat 205 nelayan berasal dari Kecamatan Kendari Barat (83 nelayan) dan Kecamayan Abeli (122 nelayan).
Selama Oktober, 205 nelayan ini akan melakukan pengumpulan sampah dengan target per orang per hari sebesar 2 kg sampah sehingga total target sampah yang dikumpulkan per hari mencapai 410 kg (205 nelayan x 2 kg).
Sampah-sampah ini kemudian akan dibersihkan dan dipilah (sesuai kategori) lalu di bawa ketitik penimbangan dan dicatat (TPI Sodoha). Kemudian sampah akan di bayar dan langsung melalui rekening nelayan dalam hal ini pihak BRI.
Untuk sampah yang bernilai ekonomis dan bisa didaur ulang diteruskan ke bank sampah untuk di daur ulang sedangkan sampah yg tidak bernilai ekonomi dan sudah tidak bisa di daur ulang di bawa ke TPA dengan berkoordinasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan(DLHK)
Gerakan dan Komitmen Bersama ini dalam kerangka yang lebih luas lagi, pengelolaan sampah laut sebagai implementasi ekonomi biru yang dicanangkan Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono harus dilihat dalam spectrum yang luas.
Dalam arti, bagaimana program ini menjadi gerakan-komitmen bersama. Artinya bukan saja tanggung jawab KKP sampai SKPD terkait menjalankan tugas dan fungsi pokoknya namun harus menjadi komitmen moral segenap bangsa Indonesia. Disini ada masyarakat, pengusaha-industri perikanan, bahkan NGO dan institusi pendidikan termasuk media. Sosialisasi dan edukasi penting untuk terus digalakkan melalui ekonomi sirkular serta diharapkan adanya pengenalan terhadap inovasi pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Namun itu saja tidak cukup, mengingat pencemaran dilaut Indonesia sudah cukup akut. Penegakan hukum harus dilakukan jika pihak-pihak tertentu dengan sengaja membuang sampah di laut baik itu sampah plastik dan sejenisnya bahkan limbah baik limbah industri/pabrik, limbah RS dan berbagai zat kimia lain.
Hanya dengan seperti itu, ekosistem pesisir dan laut dapat terjaga dari pencemaran yang merusak nilai ekologis serta masa depan sumberdaya kelautan dan perikanan. (*)