Peran Perempuan Nelayan dalam Ekonomi yang Inklusif (Bagian 1)

  • Bagikan
Rusiani, perempuan nelayan asal Desa Mopaano, Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton menunjukkan selembar kertas sebagai catatan tabungannya di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Udang Merah.

Di tingkat keluarga, inklusi keuangan meliputi penguatan tentang pengelolaan perikanan berkelanjutan, pelatihan literasi keuangan, pembentukan Kelompok Simpan Pinjam (KSP-PAAP), penguatan kapasitas KSP PAAP, dan menghubungkan KSP PAAP dengan lembaga keuangan. “80 persen UMKM perempuan memiliki kebutuhan kredit dan belum terlayani dengan baik,” ungkap Ade Yuliani.

Peran perempuan dalam skop rumah tangga memang sangatlah besar. Mereka bertanggung jawab mengatur stabilitas dalam rumah. Sayangnya, di negara yang masih menjunjung tinggi patriarki, seperti Indonesia, tak jarang fungsi mereka hanya dibatasi pada urusan yang tak jauh-jauh dari sumur, dapur, dan kasur.

Beberapa harus puas dengan status Ibu Rumah Tangga/IRT. Sekali pun ia seorang yang aktif dalam pengelolaan perikanan. Seperti Rusiani yang berprofesi sebagai mamalele. Tak seperti suaminya yang berstatus nelayan di kolom pekerjaan, KTP Rusiani hanya tertulis ibu rumah tangga.

Peran perempuan di sektor perikanan cenderung tidak terlihat. Padahal, perempuan mewakili 47 persen angkatan kerja di sektor perikanan skala kecil. Secara umum, perempuan lebih banyak terlibat di tingkat yang lebih rendah dari rantai nilai perikanan yang memiliki lebih sedikit akses ke sumber daya dan pengambilan keputusan.

Laki-laki biasanya berinvestasi di kapal penangkap ikan, jaring, dan peralatan lain, serta lebih terlibat dalam produksi. Di sisi lain, perempuan lebih banyak berinvestasi dalam peralatan pemrosesan. Mereka bertanggung jawab atas pembelian, pemrosesan, dan penjualan ikan secara eceran.

Di Indonesia, masih banyak perempuan nelayan yang tidak diakui sebagai nelayan secara hukum. Hingga April 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, perempuan nelayan pemilik kartu KUSUKA (Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan) hanya mencapai 151.121 atau 10 persen dari total nelayan. Angka ini jauh di bawah nelayan laki-laki yang mencapai 1.317.481 atau 90 persen.

Berdasarkan profesi, perempuan lebih banyak terlibat dalam kegiatan pemasaran dan pengolahan ikan. Pada pemasaran, perempuan mendominasi sekira 65 persen. Pada pengolahan ikan, angkanya lebih besar sekira 83 persen.

Pekerjaan perempuan di masa pra panen dan pasca panen juga tergolong cukup banyak. Pekerjaan pra panen, menyiapkan makanan dan logistik sebelum suami turun melaut dan memperbaiki jaring. Kegiatan pasca panen meliputi pengolahan hasil tangkapan hingga pemasarannya.

Tak hanya sampai di situ, perempuan juga memainkan peranan dalam rantai ekonomi perikanan. Mulai dari pembiayaan peralatan, pencatatan hasil tangkapan ikan dan pembukuan, serta pemasaran hasil tangkapan ikan. Kontribusi perempuan di sektor perikanan juga dapat dilihat dalam perannya menopang perekonomian keluarga. Sebagaimana para perempuan nelayan di Buton yang turut membiayai kebutuhan keluarga. Peran mereka semakin nampak saat suami mereka terpaksa tidak melaut. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version