Peran Perempuan Nelayan dalam Ekonomi yang Inklusif (Bagian 1)

  • Bagikan
Rusiani, perempuan nelayan asal Desa Mopaano, Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton menunjukkan selembar kertas sebagai catatan tabungannya di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Udang Merah.

Senter kepala sudah terpasang. Tangannya menggenggam panah bergagang besi sepanjang satu meter, dan sebuah jerigen putih tergantung di bahu. Ibu tiga anak itu turun ke laut meti-meti dua kali seminggu. Kalau nasib sedang baik, hasil melimpah diijual ke pasar. Sebaliknya, jika kurang beruntung, hasil meti-meti cukup untuk kebutuhan makan.

Walau tak seberapa, sedikit banyak bisa membantu. Terlebih dalam cuaca seperti sekarang ini. Ombak kencang sehingga suami tidak bisa melaut. Jarak dari rumah menuju pantai nyaris satu kilometer ditempuh. Suriati berjalan kaki. Biasanya, durasi meti-meti sampai dua jam. Tapi kadang ia pulang lebih cepat jika wadah yang dibawa sudah penuh terisi.

Bila beruntung, sekali meti-meti Wa Suriati bisa menghasilkan Rp100 ribu. Untuk “menambal” pengeluaran saat suami menganggur, Wa Suriati juga mengolah kunyit milik tetangga. Kunyit segar diiris tipis-tipis lalu dijemur. Setelah digiling, kunyit dijual ke Wakatobi. Hasilnya dibagi dua. “Ya, kita cari sedikit-sedikit. Lumayan untuk makan,” katanya.

Wa Suriati juga anggota KSP Penyu Lestari. Berkat edukasi yang diperoleh, ia sedikit-sedikit sudah bisa menabung. Sebagai satu-satunya perempuan dalam keluarga inti dengan tiga anak laki-laki, ia mesti pandai mengatur uang.

Terlebih, beberapa tahun terakhir, laut tak lagi menyediakan bahan pangan yang melimpah, akibat ulah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Wa Suriati kini paham, menjaga ekosistem laut harus lahir dari kesadaran diri sendiri.

Sebelum mengenal PAAP, Wa Suriati biasanya membalik karang dan tak mengembalikan posisinya seperti semula, saat mencari gurita. Ia tak sadar, tindakannya berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan karang. Ia kapok. Berjanji tak mengulangi kesalahan yang sama. Dampaknya telah ia rasakan. Saat musim teduh, suami semakin jauh melaut. Saat anomali cuaca, kondisi kian sulit.

Sosok Rusiani dan Wa Suriati menunaikan peran sebagai perempuan nelayan dalam ekonomi yang inklusif. Keduanya menopang ekonomi keluarga, dan piawai mengelola keuangan.

Akses Terbatas

Director Capacity, Gender and Financial Inclusion Rare Indonesia, Ade Yuliani mengatakan, berdasarkan data Food and Agriculture Organization (Organisasi Pangan dan Pertanian), sekira 47 persen perempuan terlibat dalam perikanan skala kecil.

Perempuan berperan penting dalam perikanan skala kecil, terutama pada pra dan paska penangkapan, termasuk mengelola keuangan keluarga. Menurut Ade Yuliani, dari penelitian Rare Indonesia, sejauh ini perempuan belum dilibatkan secara penuh dalam pengambilan keputusan penting. "Termasuk pengelolaan sumber daya perikanan kelautan. Permasalahan lain yang dihadapi perempuan nelayan yakni terbatasnya akses ke jaminan sosial, modal, dan kredit," ujarnya.

80 persen UMKM perempuan memiliki kebutuhan kredit dan belum terlayani dengan baik. Padahal, pelibatan perempuan dalam pengelolaan perikanan sangat penting untuk industri perikanan yang berkelanjutan. Perempuan memiliki komitmen yang baik dalam menjaga ekosistem laut.

Ade Yuliani menyebut, PAAP hadir untuk menjawab tantangan tersebut. Walau pun dalam implementasinya tetap membutuhkan peran semua pihak. Salah satu elemen program PAAP adalah inklusi keuangan dan keterlibatan perempuan dalam PAAP.

Strategi inklusi keuangan dan pelibatan perempuan dijabarkan dalam empat langkah. Pertama, mengintegrasikan gender dalam pelaksanaan PAAP. Kedua, meningkatkan literasi keuangan pelaku perikanan skala kecil (termasuk perempuan) dan menghubungkannya dengan lembaga keuangan formal.

Ketiga, membangun sistem keuangan yang mendukung masyarakat menghadapi masa sulit. Keempat, memperkuat kelembagaan usaha nelayan dengan pelatihan dan pendampingan manajemen usaha, formalisasi dan digitalisasi usaha.

  • Bagikan