Peran Perempuan Nelayan dalam Ekonomi yang Inklusif (Bagian 1)

  • Bagikan
Rusiani, perempuan nelayan asal Desa Mopaano, Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton menunjukkan selembar kertas sebagai catatan tabungannya di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Udang Merah.


Menopang Ekonomi Keluarga, Piawai Kelola Keuangan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Disebuah rumah panggung, jauh di pelosok Pulau Buton, seorang wanita tampak sangat berhati-hati menuruni anak tangga, Rabu (5/10), kemarin. Satu tangannya menggenggam segelas air minum, tangan lainnya memegang perut yang tampak besar. Ia sedang hamil tua.

REPORTER : YULI, BUTON

Wanita itu bergerak menuju kolong rumah. Di sana, seorang pria sedang berjibaku dengan mesin serut dan menghaluskan permukaan kayu. Mengenakan kacamata pelindung, pria itu penuh konsentrasi mengerjakan sebuah ulekan kayu berdiameter 20 sentimeter. Usai menyerahkan gelas kepada si pria, wanita itu kembali meniti anak tangga. Rusiani namanya. Sedangkan pria yang disuguhi air minum adalah suaminya, Awaluddin. Pasutri asal Desa
Mopaano, Kecamatan Lasalimu Selatan itu sedang menanti kelahiran anak keenam.

Di usia yang baru menginjak 28 tahun, Rusiani telah memiliki lima orang anak. Yang tertua berusia 10 tahun. Saat ini, Rusiani mengandung anak keenam, diperkirakan akan lahir bulan depan. Perasaannya campur aduk. Bahagia menanti kelahiran sang buah hati. Namun, ia juga khawatir. Terbayang kelak biaya pengeluaran semakin besar dengan bertambahnya anggota keluarga baru.

Suaminya, Awaluddin, yang seorang nelayan sudah lima bulan tak aktif melaut karena kondisi cuaca. Melaut sangat berisiko di musim angin timur seperti sekarang ini. Beruntung, Awaluddin kini memiliki usaha sampingan. Membuat ulekan berbahan batang pohon kelapa.
Satu buah ulekan dijual Rp30 ribu sampai Rp100 ribu. Awaluddin sesekali ikut meti-meti (baca: aktivitas mencari ikan saat air laut surut). Hasilnya kadang dijual kadang hanya untuk kebutuhan makan.

Rusiani adalah seorang mamalele. Sebutan masyarakat Buton untuk perempuan yang berprofesi sebagai pengepul ikan. Karena sedang hamil besar, ia hanya menjual hasil tangkapan suami saat meti-meti. Rusiani membayangkan, kalau saja ia tak mengubah pola pengelolaan keuangan, mungkin saat ini keluarganya akan sangat kesulitan.

Awaluddin, suami Rusiani sedang mengerjakan sebuah ulekan dari batang pohon kelapa. (YULI/KENDARI POS)

Sudah setahun Rusiani menjadi anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Udang Merah. Koperasi ini merupakan salah satu lini kegiatan dalam program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) yang dihadirkan Rare Indonesia. Sebuah organisasi konservasi internasional yang menyerukan perubahan sosial untuk lingkungan yang lebih baik. Salah satu concern-nya adalah di bidang perikanan.

Usaha ulekan yang digeluti Awaluddin bisa berdiri berkat tabungan yang dikumpulkan Rusiani selama setahun di KSP Udang Merah. Usaha yang kini merambah pasar Kota Baubau itu dirintis dengan modal Rp1 juta.

Rusiani penuh semangat menceritakan kisahnya bergabung dengan KSP Udang Merah. Ia memperlihatkan selembar kertas. Sekilas, kertas itu tampak biasa. Hanya berisikan beberapa kolom dan baris dengan sedikit bubuhan tulisan.

Kertas berwarna putih seukuran folio itu rupanya buku tabungan. Tak ada nominal uang yang tertera. Hanya informasi tentang jumlah saham ikan, tanggal pengisian, dan paraf. Di sudut kiri atas, terdapat tulisan KSP Udang Merah yang diikuti nama Rusiani dan nomor keanggotaan.

Buku tabungan itu diisi secara teratur setiap tanggal 15 dan 30 perbulannya. Rusiani harus menyetor masing-masing minimal lima saham ikan sebanyak dua kali setiap bulan. Satu saham setara Rp20 ribu. Sebulan, ia bisa menabung paling sedikit Rp200 ribu. Tabungan baru bisa dicairkan sekali setahun, setiap bulan Juli.

Wa Suriati, perempuan nelayan di Desa Mopaano Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton bersiap untuk melakukan meti-meti (aktivitas mencari ikan, kerang-kerangan, gurita, dan hewan laut lainnya saat air surut menggunakan peralatan sederhana). (YULI/KENDARI POS)

Pada putaran pertama, Rusiani berhasil menabung Rp2,4 juta. Kelihatannya kecil. Tapi bagi Rusiani yang sebelumnya tak pandai menabung, uang itu sudah lumayan. Ia berharap, tahun depan buku tabungan miliknya terisi penuh.

“Sekarang masuk putaran kedua. Saya senang sudah bisa menabung. Dulu, saya mencari uang, tapi hasilnya tidak terlihat,” katanya.

Wanita berdarah Buton itu hanya sempat mencicipi pendidikan tingkat SD. Walau tak berpendidikan tinggi, ia bersyukur bisa baca tulis. Itu modalnya belajar literasi keuangan sehingga bisa mengatur cash flow lebih baik.

Dengan jumlah anggota keluarga sebanyak itu, Rusiani harus menyisihkan uang beras rata-rata Rp 500 ribu per bulan. Belum lagi biaya kebutuhan sekunder lainnya. “Yah..sekarang lebih pintarlah atur uang. Kalau tidak ikut KSP, tidak kelihatan uangnya,” pungkas Rusiani.

"Menambal" Pengeluaran

Masih di Desa Mopaano, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, Wa Suriati (50) bersiap menuju laut, hendak meti-meti. Aktivitas mencari ikan, gurita, dan kerang-kerangan dengan peralatan sederhana. Tidak butuh perahu karena meti-meti dilakukan saat air laut meti (istilah lokal : surut).

  • Bagikan