Ekonomi Sultra Terus Tumbuh di Tengah Lonjakan BBM

  • Bagikan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID--Kinerja ekonomi di Sulawesi Tenggara (Sultra) terus membaik. Hal ini tercermin dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang mengalami pertumbuhan sebesar 6,09 persen (y-on-y). Capaian positif ini tetap harus dijaga dan didorong untuk ditingkatkan, meskipun dihadapkan pada tantangan pasca pandemi Covid-19.

Meski kini angka kasus menurun, kemudian adanya ancaman varian baru dan angka kasus cenderung moderat, tantangan serta dinamika global tentu berpengaruh terhadap ekonomi regional. Ancaman krisis pangan dan energi maupun tekanan kenaikan harga yang mendorong inflasi juga harus disikapi dengan hati-hati serta diperlukan intervensi kebijakan yang tepat.

Plt. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sultra, Syaiful mengatakan, kebijakan tepat yang dimaksud tidak hanya melindungi masyarakat dari tekanan kenaikan harga BBM maupun kebutuhan lainya dan ancaman kemiskinan yang lebih dalam. "Tetapi kebijakan itu juga harus dapat melanjutkan refomasi struktural untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesehatan masyarakat dan tetap menjaga kesehatan APBN,” terang Syaiful, beberapa waktu lalu.

Dijelaskan, berbagai langkah jitu melalui kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) diarahkan untuk dapat meredam gejolak yang ditimbulkan dari tantangan yang ada saat ini.

"Program PC-PEN bahkan tetap dilanjutkan untuk mempertebal perlinsos (perlindungan sosial), sehingga tekanan gejolak kenaikan harga dapat diminimalkan. Selain itu, kinerja APBN dan TKDD terus didorong untuk segera dibelanjakan sesuai ketentuan. Percepatan realisasi belanja terus didorong untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Saat ini, kontribusi APBN dalam rangka mendorong kelancaran distribusi pangan dan logistik serta dalam rangka pengembangan UMKM tahun 2022 di Sultra sebesar Rp43,56 Milyar. Alokasi ini dianggarkan dalam DIPA Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.

"Dimana alokasi itu untuk pembangunan fasilitas distribusi dan perdagangan (gedung) sebesar Rp41,5 Milyar, pembangunan fasilitas perdagangan dalam negeri Rp940,4 juta, pembangunan fasilitas perdagangan luar negeri Rp223,8 juta serta pengembangan UMKM sebesar Rp896,12 juta. Adapun realisasi sampai dengan Agustus 2022 baru mencapai 38 perasen dari pagu. Sehingga saat ini diperlukan percepatan realisasi untuk meredam dampak inflasi,” tegasnya.

Alokasi APBN yang tersedia saat ini tentu tidak cukup memadai untuk melakukan intervensi dampak inflasi. Karenanya perlu sinergi dan berbagi beban dengan pemerintah daerah melalui APBD. Dalam rangka mendukung program penanganan dampak inflasi, pemerintah daerah diminta untuk menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022.

Belanja wajib perlindungan sosial antara lain digunakan untuk pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan; penciptaan lapangan kerja; dan/atau pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah. Belanja wajib sebagaimana dimaksud sebelumnya dianggarkan sebesar 2 persen, yang bersumber dari DTU (Dana Transfer Umum) dan DBH (Dana Bagi Hasil), sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022.

"Berdasarkan monitoring kanwil DJPb Sultra sampai dengan batas waktu yang ditentukan, yaitu tanggal 15 September 2022, seluruh pemerintah daerah di 17 kabupaten dan kota serta Provinsi Sultra telah menyampaikan laporan earmaking alokasi anggaran wajib DTU dan/atau DBH 2 persen di APBD untuk penanganan dampak inflasi. Kami berharap ini juga bisa segera disalurkan," tutupnya. (rah/b)

  • Bagikan