E-beken, Konsep Perdagangan Kendari Era 5.0

  • Bagikan
Sitya Giona Nur Alam, Ketua DPW Garnita Malahayati NasDem Sultra

CATATAN


Oleh : Sitya Giona Nur Alam (Ketua Garda Wanita Malahayati NasDem Sultra)

"Kita bersyukur memiliki Pancasila yang mengajarkan ekonomi kerakyatan dalam silanya. Pancasila juga mengajarkan dalam kehidupan keseharian kita agar tidak hanya terbentur kepada sebuah dialektika romantika dan retorika, dia harus menjadi way of life seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, way of thinking kita"-- Surya Paloh.


Kita pasti sepakat dengan pernyataan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) tersebut di atas. Pada dasarnya ekonomi kerakyatan sangat berpihak kepada rakyat kecil. Namun secara global masih banyak masyarakat kita yang belum sejahtera, termasuk di Kendari.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti sejahtera adalah tenteram, senang, dan sehat sentosa. Kita bisa menyimpulkan jika masyarakat sejahtera adalah masyarakat dengan keadaan sehat, damai, dan senang.

Sementara berdasar buku Indonesia Macroeconomic Outlook, masyarakat sejahtera adalah masyarakat yang bisa menikmati kemakmuran utuh, tidak miskin, tidak menderita kelaparan, menikmati pendidikan, mampu mengimplementasikan kesetaraan gender, dan merasakan fasilitas kesehatan.

Kehidupan sejahtera ditandai dengan berkurangnya penyakit berbahaya dan menular, masyarakat hidup dalam kawasan lingkungan yang lebih ramah dan hijau serta mandiri secara ekonomi. Dalam pendapat saya, terwujudnya masyakarat sejahtera terbentuk jika mereka berpartisipasi secara utuh dalam pembangunan. Untuk itu, upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah harus bertujuan untuk meningkatkan masyarakat.

Sulawesi Tenggara memiliki sumber daya alam nomor lima terkaya di Indonesia. Ini sebuah potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk sepenuhnya menyejahterakan masyarakat. Namun pengembangan potensi ekonomi ini pada kenyataannya belum memberikan manfaat yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat.

Suatu pagi saya pernah lewat sebuah kompleks perumahan di Kendari yang tidak dilalui oleh angkutan umum. Saya bertemu dengan ibu-ibu salah satu warga kompleks perumahan itu yang terlihat membawa sejumlah barang belanjaan di atas motornya. Ibu itu baru saja belanja kebutuhan sehari-hari ke pasar yang katanya jaraknya sekira 10 kilo meter dari kompleks perumahannya.

Otak entrepreneur saya terusik. Seandainya di setiap kompleks perumahan atau setiap lorong yang ada ada di Kendari ini memanfaatkan ruang publik yang tersedia untuk transaksi perdagangan kebutuhan sehari-hari ini tentu akan berfaedah. Pos Kamling bisa memiliki dua peran berbeda yang sama-sama penting. Malam sebagai tempat pos ronda keamanan, paginya bisa “disulap” menjadi “pasar”.

Pengurus RT atau RW setempat bisa membuat kebijakan bekerjasama dengan pedagang ikan, daging, sayur, dan bahan kebutuhan sehari-hari untuk menggelar lapaknya di pos kamling tersebut atau bisa disediakan tempat lain. Tentu dengan syarat dan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Termasuk pengelolaan kebersihan lingkungannya.

Seandainya di setiap kompleks perumahan atau lorong ada satu saja pedagang kaki lima khusus sayur dan ikan, warga tidak akan kerepotan harus menempuh perjalanan jauh menuju pasar. Sementara pedagang juga memiliki pelanggan tetap setiap harinya. Sebuah langkah win-win solution bagi pedagang dan masyarakat.

Saya menyambut baik upaya Pemkot Kendari yang berusaha mengembangkan keberadaan pasar tradisional untuk mempertahankan eksistensi dan keberadaan pedagang lokal atau para pedagang tradisional dari gempuran transaksi perdagangan modern. Sebuah langkah yang patut didukung untuk mempertahankan minat belanja warga di pasar tradisional.

Salah satu yang patut menjadi contoh adalah bagaimana Pemkab Kulon Progo, Pemkot Solo, dan beberapa daerah lain dalam mengelola pasar tradisional, termasuk memperhatikan aspek kebersihan. Tidak ada lagi pasar tradisional di sana yang becek ketika turun hujan. Mirip dengan suasana di mall meski yang dijual adalah sayur, ikan, daging, bumbu dapur, dan kebutuhan harian lainnya.

Satu lagi, kita harus beradaptasi dan berinovasi dengan kemajuan teknologi. Mungkin sudah saatnya masyarakat Kendari menggunakan e-commerce dalam melakukan transaksi perdagangan. Bahkan untuk kelas pasar tradisional. Jika di Surabaya ada e-peken, Kendari bisa saja memiliki e-beken yang merupakan akronim dari Berdayakan Ekonomi Kendari.

Kita bisa memanfaatkan web mobile atau APK Android dan IOS.Ini memudahkan masyarakat berbelanja kebutuhan pokok. Saya yakin konsep ini akan mampu mendongkrak ekonomi kerakyatan di Kendari, utamanya perekonomian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pemkot Kendari harus menjalin kerja sama dengan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) maupun pemilik toko kelontong yang ada di Kendari untuk menyediakan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat sehingga semua kebutuhan warga Kendari dapat dipenuhi oleh produk-produk lokal.

Ada ribuan merchant atau pedagang dan toko kelontong di Kendari yang bisa terlibat dalam e-bekennantinya. Pemerintah tidak boleh mengambil untung dari program ini. Keberadaannya hanya sebagai regulator yang menjadi “jembatan” antara toko kelontong UMKM dan masyarakat sebagai konsumen. Tidak ada dana yang masuk ke pengelola e-beken.

Saya baca di salah satu berita online, anggaran yang disediakan Pemkot Surabaya untuk membuat program serupa sebesar Rp5 triliun yang 40 persennya dikerjakan oleh UMKM setempat. Artinya, sekira Rp2 triliun anggaran barang dan jasa di Surabaya dikerjakan oleh UMKM.

Secara payung hukum program e-commerce ini juga sudah diatur Surat Edaran Bersama (SEB) antara Menteri Dalam Negeri dengan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah tentang Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemerintah Daerah.

Dalam SEB tersebut Menteri Dalam Negeri ditetapkan minimal 40 persen alokasi belanja barang dan jasa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dikerjakan UMKM. Sejak diluncurkan Juli 2021 hingga 12 April 2022 lalu, transaksi e-pekenyang digagas Pemkot Surabaya sudah mencapai total Rp 12.754.612.282. Sebuah nominal yang sangat fantastis!

Wajib hukumnya bagi pemerintah untuk hadir di tengah-tengah masyarakat. Kendari pasti bisa untuk lebih maju sehingga kita bisa bangga mengucapkan #kusukakendari. (*)

E-beken, Konsep Perdagangan Kendari Era 5.0

  • Bagikan