Oleh : H. M. Radhan Algindo Nur Alam (Ketua MPC Pemuda Pancasila Konawe Selatan)
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- "60 Tahun lalu, tepatnya 17 Agustus 1962 pada peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia, Sang Proklamator Bung Karno mengingatkan kepada kita semua tentang pentingnya pembangunan karakter atau character building bangsa Indonesia." -- Prananda Surya Paloh.
Pernyataan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu ditulis dalam sebuah kolom dalam rangka refleksi 10 tahun Gerakan Perubahan Restorasi Indonesia, tahun 2021.Character building seperti yang dikatakan Bung Karno adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme yang harus terus dibangun dan diwariskan pada generasi selanjutnya. Rakyat adil makmur dan sentosa merupakan tujuan dari Pancasila.
Menurut Bung Karno, kekayaan dan kemakmuran adalah dua hal yang berbeda. Kekayaan bersifat individualistik, sementara kemakmuran bersifat kolektif. Kemakmuran merupakan prospek dari rasa keadilan. Kita tidak bisa menampik bahwa kemakmuran rakyat Indonesia saat ini sangat timpang. Agenda perubahan harus senantiasa tersambung dengan spirit founding fathers dan harus tekun belajar atas segala kegagalan dan kemunduran akibat kesalahan kita sendiri.
Sebagai warga Konawe Selatan (Konsel), saya sangat merasakan itu di daerah tempat tinggal saya. Kemakmuran itu belum belum berpihak kepada rakyat kecil. Banyak jalan di Konawe Selatan yang kondisinya sangat memprihatinkan dan tidak bisa dilalui kendaraan. Hampir tidak ada penambahan ruas jalan yang menghubungkan berbagai kecamatan di Konawe Selatan.
Dalam sebuah perbincangan dengan Anggota DPRD Kabupaten Konawe Selatan, Hj. Nadira, beberapa waktu lalu, beliau mengatakan bahwa pembangunan jalan poros Kendari-Andoolo yang ada saat ini dibangun pada saat ayah saya, Nur Alam, masih menjabat Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), beberapa tahun lalu. Namun kini banyak titik mengalami kerusakan. Saya pun bertanya dalam hati, masa sih hanya melakukan pemeliharaan saja tidak mampu? Itu baru persoalan jalan, belum lagi kita bicara tentang masalah kemiskinan di Konawe Selatan.
Saya membaca data yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) Konawe Selatan. Jumlah masyarakat miskin di Konawe Selatan pada tahun 2020 sebanyak 34.220.000 jiwa. Data tahun 2020 tersebut adalah update terakhir laman https://konselkab.bps.go.id/indicator/23/182/1/jumlah-penduduk-miskin-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-sulawesi-tenggara.html yang saya buka pada Selasa, 20 September 2022 pukul 15.13 WITA. Jumlah tersebut tercatat sebesar 10,74 persen dari seluruh penduduk Kabupaten Konawe Selatan. Penghasilan rata-rata mereka sebesar Rp261.382 per bulan.
Jujur saya merasa miris membaca data tersebut. Niat tokoh-tokoh pendahulu Konawe Selatan saat “memisahkan diri” dari Kabupaten Kendari (kini, Konawe) adalah agar masyarakat Konawe Selatan menjadi lebih makmur dan sejahtera. Sepertinya jauh panggang dari api. Sudah hampir 20 tahun Konawe Selatan berdiri menjadi kabupaten dan memiliki kewenangan sendiri mengelola sumber daya yang dimiliki, tapi nasib masyarakat masih belum berubah menjadi lebih makmur dan sejahtera. Kegagalan kita dalam mengelola sumber daya yang dimilik akhirnya membuat Konawe Selatan selalu stagnan dalam pembangunan, bahkan mungkin mengalami kemunduran.
Tidak ada salahnya kita kembali mengingat cita-cita tokoh Konawe Selatan untuk menyejahterakan dan memakmurkan masyarakat melalui pemekaran wilayah. Semakin kuat kita terhubung dengan keluhuran para leluhur pendahulu kita, semakin luas bentangan panorama masa depan kita. Jika para tokoh-tokoh pendahulu kita mampu memperjuangkan pemekaran wilayah Konawe Selatan, tugas kita sebagai kaum muda menggali lebih dalam spirit mereka dan bekerja keras mewujudkannya.
Restorasi Meiji di Jepang mengajari kita bahwa para elit politik, birokrasi, pemuda, intelektual, dan masyarakat umum harus mampu mengombinasikan ideologi lama (cita-cita pendahulu) dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat scientific thinking dan scientific knowledge.
Konawe Selatan saat ini berada dalam tantangan pembangunan di era baru, yakni era digitalisasi, yang harus diawali dengan perubahan atau pergerakan yang merupakan kerja kolosal seluruh elemen masyarakat yang ada melalui reformasi, restorasi, dan bahkan revolusi. Mungkin ada baiknya jika perubahan itu dimulai dari pemimpin yang bisa memberikan contoh baik untuk masyarakat.Pemimpin bukan semata-mata hanya mengurusi penataan pada lapangan politik semata, tetapi juga menata pilar ekonomi, kebudayaan, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ayah saya, Nur Alam, mengajarkan kepada saya bahwa pemimpin itu harus “tertawa dan menangis” bersama rakyatnya. Pemimpin tidak boleh meninggalkan rakyatnya ketika ribuan permasalahan dan persoalan yang menimpa mereka belum terpecahkan.
Bagaimana bisa pemimpin melindungi rakyatnya jika mereka tidak terus bersama-sama. Pagi ada di kantornya, sore pulang lagi ke rumahnya yang berada di kota lain ? Bukan tinggal di rumah jabatan yang sudah dibangun menggunakan uang rakyat. Bagaimana rakyat bisa berkeluh kesah kepada pemimpinnya jika sang pemimpin selalu tidak berada di tempat ?
Bagi saya, panggung kekuasaan selalu penuh dengan kepentingan pragmatis. Semoga nanti di Konawe Selatan muncul pemimpin baru yang akan mencetak sejarah tanpa melupakan cita-cita tokoh pendahulu. Pemimpin yang nantinya bisa menjadikan kekuasaan yang dimiliknya sebagai sarana untuk mengubah nasib rakyat menjadi makmur dan sejahtera.
Saat ini Konawe Selatan butuh gerakan restorasi yang ilmiah, saintifik, dan bersifat problem solver. Bukan gerakan restorasi yang hanya gempita di wilayah ritus dan perayaan semata. Konawe Selatan butuh gerakan restorasi yang visioner, menujum arah zaman, dan menjadi suluh bagi gerak maju masyarakatnya. Seperti restorasi yang didengungkan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh.
Saya sangat memimpikan Konawe Selatan yang baru. Konawe Selatan yang bisa menyejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya sesuai cita-cita tokoh pendahulu. Izinkan saya mengucap Konawe Selatan butuh pemimpin baru yang berdiri dari pembangunan kembali karakter masyarakatnya. (*)
Restorasi Konawe Selatan Melalui Character Building