Jaksa Tegas Tapi Humanis
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Bagi orang berperkara, jaksa adalah momok. Nyali seketika menciut ketika berhadapan jaksa dengan segudang pertanyaan penyidikan atau penyelidikan. Paradigma publik seperti itu yang ingin dieliminasi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Raimel Jesaja, MH. Ia menghadirkan sebuah gebrakan dalam proses penanganan perkara.
Kajati Raimel Jesaja menegaskan jaksa-jaksa di Sultra harus bersikap humanis namun tetap tegas. Ia meminta seluruh jajarannya agar tidak mengintimidasi tersangka dalam proses pemeriksaan. Upaya itu dalam rangka mewujudkan penegakan hukum yang humanis.
Meski mengedepankan konsep humanis dalam proses penegakan hukum, bukan berarti memberikan kelonggaran penanganan perkara. Melainkan jaksa tetap profesional dan tegas sehingga bisa menciptakan rasa keadilan dalam prosesnya.
"Humanis bukan berarti seolah-olah kita lembut dan kita nantinya tidak usah memproses. Bukan itu. Tapi ini hanya caranya kami merubah suatu cara proses penanganan perkara. Tentunya dengan mempertimbangkan nilai kearifan lokal yang ada di tengah masyarakat," ujar Kajati Raimel Jesaja dalam kesempatan berdiskusi dengan Wakil Direktur Kendari Pos Awal Nurjadin dan Pemimpin Redaksi Kendari Pos Inong Saputra diruang kerja Kajati Sultra, Kamis (15/9), kemarin.
Menurut Kajati Raimel, penegakan hukum dengan konsep humanis bertujuan untuk memberikan kemanfaatan hukum kepada masyarakat agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. "Dengan konsep humanis, jika yang tadinya suka melanggar hukum, menjadi berkurang atau orang tersebut justru sadar hukum," jelas mantan Wakajati Sulawesi Utara (Sulut) itu.
Kajati Raimel tak menampik, jika sebelumnya ada beberapa oknum yang belum menerapkan konsep humanis dalam penegakan hukum. Akibatnya, para tersangka yang seharusnya tidak bersalah jadi bersalah karena diintimidasi.
"Saya sudah instruksikan kepada seluruh jaksa agar di dalam proses dan penyelesaian (perkara) tidak ada lagi istilah orang itu ditakut-takuti, diancam, diintimidasi dan sebagainya. Tapi harus humanis. Di sini kita memberikan suatu penyadaran atau menunjukkan kepada yang bersangkutan bahwa inilah kesalahanmu. Inilah penyimpanganmu. Agar mereka tahu dan diinsafkan, disadarkan dengan adanya penahanan dan proses penyelesaian perkaranya," kata Kajati Raimel.
Mantan Wakajati Sulawesi Selatan (Sulsel) itu meyakini, penerapan konsep humanis dalam penegakkan hukum dapat mendukung kelancaran pemeriksaan perkara sehingga nantinya para tersangka tetap senang meskipun dihukum karena mengetahui kesalahannya.
"Ini (konsep penegakan humanis) harus diterapkan jaksa saat memeriksa atau permintaan keterangan terhadap pelaku, apakah tersangka, terdakwa, semua yang baik-baik. Supaya dia, secara baik menerima hukumannya manakala itu dilaksanakan dalam proses penyelesaian dan penanganan perkaranya," tutup Kajati Raimel. (ags/b)