Saya atau engkau, hampir setiap hari, memantau berbagai hal yang tersaji di ruang-ruang sosmed. Di sana, kita banyak disuguhkan informasi; hoaks atau fakta.
Di dunia maya, dua hal itu sulit dibedakan, karena itu, kita mesti menjadi pengguna sosmed yang bijak. Kita jangan menjadi orang-orang yang justru menebar kebencian, berbagi informasi hoaks di ruang sosmed. Kita bisa saja menjadikan sosmed sebagai wadah bela negara.
Generasi masa kini, tak perlu mengangkat senjata untuk bela negara dari segala ancaman yang ingin memecah bela bangsa.
Era disrupsi, menggunakan Sosmed dengan sehat termasuk bela negara. Sosmed, adalah ruang paling bebas mengemukakan pendapat. Tapi kebebasan itu tidak serta-merta membuat kita bisa melakukan hate speech atau ujaran kebencian yang dengan mudah disampaikan keruang publik. Tanpa memikirkan dampak terhadap objek atau sasaran ujaran kebencian.
Tidak jarang, ujaran kebencian terhadap pribadi atau pun kelompok tertentu dengan kecenderungan menggiring opini dapat menimbulkan cyber bullying.
Sebagian orang beranggapan ujaran kebencian di medsos tidak akan berdampak ke kehidupan nyata seseorang. Tetapi, berdasarkan kasus di seluruh dunia, terdapat banyak kasus di mana korban ujaran kebencian memilih mengakhiri hidupnya seperti yang terjadi pada anggota girl group di Korea Selatan.
Selain dapat merenggut nyawa seseorang, dampak ujaran kebencian dengan skala yang lebih besar dapat meruntuhkan persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak heran, pemerintah Indonesia telah mengatur undang-undang ujaran kebencian pada Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Apalagi, Indonesia yang memiliki 6 agama yang diakui dan 1.340 suku bangsa menurut sensus Badan Pusat Statistik tahun 2010 menjadikan Indonesia sasaran empuk bagi mereka yang ingin memecahbela kesatuan bangsa dan negara.