Kembalikan Pasal Tunjangan Guru !
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Dunia pendidikan sedang gaduh. Pemicunya, pemerintah meniadakan pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam draft Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) versi Agustus 20222. Padahal, TPG yang tertuang dalam pasal 127 ayat 1-10 tertuang dalam naskah RUU Sisdiknas versi April 2022.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pusat hingga PGRI Sulawesi Tenggara (Sultra) kompak menolak penghapusan pasal TPG dan dosen dalam RUU Sisdiknas. Kebijakan tersebut dinilai akan menyengsarakan pahlawan tanpa tanda jasa di tanah air.
Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo, menilai kebijakan penghapusan pasal itu menghilangkan penghargaan pemerintah terhadap jasa guru yang telah berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa. "Penghapusan pasal TPG sangat menciderai undang-undang pendidikan. Sudah tidak ada penghargaan pemerintah terhadap profesi guru dan dosen, karena diseluruh dunia guru dan dosen itu malah diberikan tunjangan," ujarnya kepada Kendari Pos, Rabu (31/8), kemarin.
Abdul Halim berharap, Mendikbudristek meninjau kembali RUU Sisdiknas sehingga kebijakan yang dilahirkan tidak membuat gaduh dan menuai polemik yang berpotensi menimbulkan riuh di tengah masyarakat. "Kami (PGRI) akan perjuangkan. Kalau perlu kami ke DPR atau kita mengadakan audience dengan Bapak Presiden. Kami sudah mengimbau kepada seluruh guru untuk tetap tenang karena rencana penghapusan tunjangan masih dalam bentuk RUU. Kami harap seluruh pihak (yang menolak kebijakan RUU Sisdiknas) mengikuti jalur-jalur yang mulia dan terhormat," ungkap Abdul Halim Momo.
Abdul Halim menambahkan, TPG sangat penting dalam menunjang kesejahteraan guru. Di sisi lain, pemberian tunjangan guru memicu semangat tenaga pendidik untuk mengabdikan diri kepada bangsa.
"Tunjangan bukan soal berapa nilainya, tapi bagaimana guru merasa diperhatikan dan dihargai, sehingga bisa semangat untuk menjalankan tugasnya dalam mencerdaskan anak bangsa," kata Abdul Halim Momo.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Sultra Dr. Nur Alim mengatakan, secara ekplisit, TPG memang tidak disebutkan secara jelas dalam rumusan RUU Sisdiknas yang disusun pemerintah pusat. "Tapi setelah kita cermati, pada pasal 145 RUU itu dinyatakan penghasilan guru yang diterima selama ini tidak akan berkurang. Artinya, pemerintah tetap memikirkan soal TPG itu. Hanya mungkin namanya lain atau diintegrasikan ke pendapatan lain," ujarnya.
Suara pembelaan hak-hak guru bergema dari dari gedung parlemen Sultra. Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sultra, Sulaeha Sanusi mengungkapkan, pemerintah pusat melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud harus memperhatikan tingkat kesejahteraan guru maupun tenaga pendidik lainnya.
"Olehnya itu, Dirjen GTK wajib untuk masukan TPG dalam pasal RUU Sisdiknas, mengingat guru dan dosen ini adalah pejuang pendidikan. Merekalah yang mencerdaskan anak-anak bangsa yang nantinya menjadi pemimpin negara di masa depan," ujar Sulaeha Sanusi kepada Kendari Pos, Rabu kemarin.
Kata dia, GTK ujung tombak keberhasilan dari para generasi penerus bangsa. Di sisi lain GTK membantu pemerintah dalam mengawal pembangunan daerah dan negara khususnya di bidang Sumber Daya Manusia (SDM). "Sehingga sudah sepatutnya kesejahteraan para guru dan dosen diperhatikan oleh negara,"imbuhnya.
Sebelumnya, Kemendikbudristek menghapus pasal TPG dalam RUU Sisdiknas. Meski dihapus, pemerintah berjanji tetap akan membayarkan hak para tenaga pendidik itu. Direktur Jenderal GTK Kemendikbud Ristek, Iwan Syahril, menyatakan pemerintah tetap akan memberikan tunjangan kepada para guru, meski tidak ada pasal khusus mengenai tunjangan profesi guru dalam RUU Sisdiknas.
Menurut dia, tunjangan guru akan diberikan mengacu pada ketentuan dalam UU tentang ASN bagi guru ASN dan UU tentang ketenagakerjaan bagi guru non-ASN. Namun, Satriwan mengemukakan UU tentang ASN tidak memuat aturan spesifik mengenai TPG, hanya mengatur tentang tunjangan daerah. “Bagi guru swasta juga sulit, karena tidak semua sekolah sanggup memberikan gaji yang layak, karena banyak (sekolah) swasta yang kelasnya menengah ke bawah,” pungkasnya.
Ketua Umum PGRI Pusat, Unifah Rosyidi kaget melihat draft terbaru RUU Sisdiknas yang menghapus pasal TPG. Itu artinya menafikkan dan tidak menghargai profesi guru. Dia khawatir guru dan dosen tidak akan mendapatkan TPG. Karena itu, PGRI meminta pasal TPG dikembalikan seperti di UU Sisdiknas yang berlaku selama ini. “Draft terbaru itu tertanggal per 22 Agustus. Kami menolak tegas penghapusan pasal tentang tunjangan profesi guru, tunjangan daerah terpencil, tunjangan dosen,” ujarnya di kantor PGRI, Jakarta Pusat.
Guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu menyampaikan tuntutan PGRI kepada pemerintah. Di antaranya adalah mengembalikan kembali bunyi pasal 127 ayat 1-10 seperti pada naskah RUU Sisdiknas versi April 2022. Pasal tersebut mengatur tentang tunjangan profesi guru, tunjangan profesi dosen, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan lainnya.
Bagi PGRI, pemberian TPG adalah keharusan bagi pemerintah. Sebab guru dan dosen adalah sebuah profesi yang dalam menjalankan tugasnya berhak mendapatkan kesejahteraan di atas kebutuhan hidup minimum serta jaminan kesejahteraan sosial. “PGRI akan terus memperjuangkan hak profesional yang melekat dalam diri guru dan dosen,” pungkasnya. (ags/kam/b/jpg)