KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Budi daya sarang burung walet kini menjadi salah satu usaha yang mulai dilirik masyarakat Buton. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) mencatat, sudah ada 10 pengusaha sarang burung walet yang tersebar pada tujuh desa di lima kecamatan. Mereka terdiri dari sembilan orang pembudi daya dan satu lainnya sebagai pengumpul. Pemkab melihat itu sebagai potensi pendapatan asli daerah (PAD). Karenanya, pemerintah bersama DPRD kemudian membuat peraturan daerah (Perda) sebagai acuan mengutip pajak dari usaha tersebut.
Senin (29/8), Pj. Bupati Buton, Basiran, menghadiri rapat paripurna dewan dalam rangka persetujuan Raperda sarang burung walet yang dipimpin Ketua DPRD, Hariasi Salad. "Hari ini kita setujui, tetap belum diterapkan karena masih akan dievaluasi oleh gubernur," ungkap Basiran, kemarin.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara itu mengapresiasi pihak DPRD Buton. Sebab dengan disetujuinya Raperda tersebut, menjadi wujud komitmen dukungan legislatif terhadap kemajuan daerah.
"Saya ucapkan terima kasih pada anggota dewan. Ini menunjukan bahwa kita satu pemahaman dalam melihat potensi daerah, termasuk mengoptimalkan sumber-sumber PAD," sambung Basiran. Usaha budi daya sarang burung walet, kata dia, memang sudah digeluti banyak orang di Sultra. Meski butuh modal besar untuk pembuatan sarangnya, namun hasilnya juga sangat menjanjikan. "Untuk Sultra harganya berkisar Rp 7 juta sampai Rp 9 juta perkilogram. Jadi memang sangat menjanjikan," pungkasnya.
Senada dengan itu Ketua DPRD Kabupaten Buton, Hariasi Salad, berharap, masyarakat bisa menerima penerapan pajak sarang burung walet itu. "Sebab, sejumlah daerah juga sudah menerapkan Perda yang sama," jelasnya. (b/lyn)