Pertamina : Kebijakan Itu Kewenangan Pemerintah
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar sedang menjadi isu nasional. BBM subsidi dinilai membebani Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi pekan depan menuai penolakan dari masyarakat dan DPR RI. Wacana itu memicu kepanikan masyarakat dan terjadi antrean panjang kendaraan di beberapa SPBU di Kota Kendari.
Senior Supervisor Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Taufiq Kurniawan mengatakan, kebijakan menaikkan harga BBM sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah. Kewenangan itu sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
"Itu kewenangan pemerintah. Pertamina hanya mengoperasikan dan menanggung biaya distribusinya untuk JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan)," kata Taufiq kepada Kendari Pos, kemarin.
Ditanya soal berapa kenaikan BBM, Taufiq tidak menyebut. Yang jelasnya, Pertamina memastikan stok dan pasokan BBM untuk masyarakat tetap terpenuhi. "Kami jamin stok untuk Sulawesi Tenggara dan juga Kota Kendari dalam keadaan normal dan aman karena tiap hari kami monitor secara real time. Stok diseluruh SPBU yang ada di Pulau Sulawesi," kata Taufiq.
"Ketika ada yang kritis, langsung kita isi. Sebelum kritis itu sudah kita monitor melalui sistem dan kita meluncurkan truk tangki untuk mengisi BBM di SPBU," sambungnya.
Taufiq mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak panik terhadap rencana menaikan harga BBM. Lagipula informasi kenaikan BBM belum diumumkan pemerintah dan pihaknya senantiasa tetap menjaga pasokan BBM tetap terjaga.
Wacana kenaikanan BBM subsidi jenis pertalite dan solar menuai sorotan masyarakat. Rudi, salah satu sopir truk di Kendari mengaku keberatan jika pemerintah menaikan harga BBM subsidi jenis solar. Menurutnya, rencana itu sangat membebani masyarakat khususnya para sopir truk di Kendari.
"Kalau dinaikan ini harga solar, kita akan demonstrasi. Sekarang saja kita setengah mati antrean di SPBU. Kalau harga BBM dinaikan, bisa-bisa ini solar (subsidi) hilang betul. Terpaksa kita lari (beli) di Dexlite kalau begini. Nah, tahu sendiri kan Dexlite itu mahal harganya. Tolong pemerintah, jangan naikan harga solar subsidi," pinta Rudi.
Senada, Amrin salah satu ojek online (Ojol) di Kendari mengaku tidak setuju dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi jenis pertalite. Menurutnya, kebijakan itu sangat membebani para Ojol karena posisi harga pertalite saat ini sekira Rp7.650/liter sudah memberatkan.
"Saat ini harga pertalite tujuh ribu lebih (Rp7.650). Pendapatan kotor harian kami rata-rata Rp50 ribu. Lalu, dipotong biaya BBM Pertalite tiga liter. Belum lagi kalau sepeda motor rusak, sudah tidak ada untung. Bagaimana kalau (pertalite) naik jadi Rp8 ribu atau Rp9 ribu, kita tambah susah hidup," kata Amrin.
Amrin berharap, pemerintah tidak menaikan harga BBM subsidi jenis pertalite dan solar. Sebab, harga pertalite saat ini sudah cukup membebani dirinya yang berprofesi sebagai Ojol.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sultra, Suwandi Andi mengatakan, negara juga sangat khawatir dengan kondisi perekonomian masyarakat saat ini yang mengalami resesi, sebagai imbas dari perang Rusia-Ukraina. Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani untuk menghitung detil skema tentang kebijakan menaikkan harga BBM pertalite maupun solar sudah tepat atau tidak.
"Karena jangan sampai ketika menaikan harga pertalite dan solar subsidi ini, justru meningkatkan inflasi diseluruh daerah wilayah Indonesia," ujar Suwandi Andi kepada Kendari Pos, Jumat kemarin.
Menurutnya, pemerintah menaikkan itu bukan tidak beralasan. Hanya saja akan berbahaya jika menaikkan harga BBM, lalu ada kendala dalam peningkatan ekonomi di daerah. "Karena kalau inflasi meningkat, negara akan lebih repot, " jelasnya.
Olehnya itu, Komisi III DPRD Sultra berharap pemerintah pusat untuk mempertimbangkan matang terkait skema kebijakan itu. "Karena memang kehadiran negara harus memastikan bisa memakmurkan rakyatnya. Di satu sisi, kita tidak bisa pungkiri beban APBN. Tapi pemerintah harus memikirkan dan mengambil kebijakan yang tidak membebani rakyat, " jelas Suwandi Andi.
Ia menambahkan, Komisis IIII akan lebih intens mengawasi penggunaan BBM bersubsidi ini. Karena di Sultra ini kondisi aktivitas pertambangan luar biasa. "Kadang-kadang kuota pasokan BBM yang diberikan kepada semua SPBU itu berimbang. Tapi belakangan ini terjadi antrean panjang. Disinyalir oleh teman-teman di DPRD bahwa ada yang tidak sehat dalam penyalurannya di sini. Kuotanya cukup, tapi antrean panjang. Olehnya itu, kalau terjadi kenaikan BBM itu maka akan tambah berpengaruh lagi terhadap ekonomi masyarakat," tegas Suwandi Andi.
Sebelumnya, wacana kenaikan BBM subsidi jenis pertalite dan solar disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengatakan, Presiden Jokowi kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi pertalite dan solar. Luhut mengungkapkan, harga BBM subsidi yang saat ini sudah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.
Menteri Luhut menyatakan saat ini pemerintah sedang berhitung untuk menaikkan harga BBM subsidi. Selama ini subsidi yang dikeluarkan lewat APBN untuk menahan harga BBM sudah terlalu membebani kocek negara.
"Menaikkan harga Pertalite yang kita subsidi cukup banyak dan juga itu solar, modeling ekonominya (hitung-hitungan) sudah dibuat. Nanti mungkin minggu depan Pak Presiden akan umumkan mengenai apa dan bagaimana mengenai kenaikan harga ini," papar Luhut dalam Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin yang disiarkan virtual, beberapa waktu lalu. (ags/kam/b/jpg)