DPRD Sultra Desak Pemerintah Perketat Regulasi Distribusi BBM Pertambangan

  • Bagikan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID-Pengawasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) ke industri pertambangan di wilayah Sultra perlu ditingkatkan. Disinyalir, ada sejumlah distributor tak resmi alias ilegal yang ikut bermain. Dampaknya, mereka luput dari tagihan pajak. Mereka tak membayar Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Kondisi ini tentu sangat merugikan daerah.

Identifikasi sementara, sejumlah perusahaan Niaga Umum diduga paling banyak melakukan pelanggaran itu. Modusnya, untuk menghindari pajak, mereka membeli BBM dari luar daerah Sultra. Sehingga, mereka tak bayar pajak dan bisa menjual BBM ke pertambangan dengan harga lebih murah.

"Mereka tak hanya membuat rugi daerah karena tidak bayar pajak, tapi juga membuat persaingan sesama distributor BBM menjadi tidak sehat," ujar Adhi, salah seorang tim agen resmi distributor BBM dalam satu kesempatan diskusi tentang Tata Kelola BBM Industri Pertambangan Sultra.

Sementara agen resmi yang berada di bawah naungan Pertamina, lanjut dia, mereka harus bayar pajak ke daerah. Sehingga, harus menjual BBM dengan harga lebih tinggi ke pertambangan. "Makanya, kami minta pemerintah daerah supaya lebih tegas lagi dalam mengatur distributor tak resmi tersebut," harapnya.

Wakil rakyat di DPRD Sultra juga sejak lama sudah mencium "aroma" potensi dugaan adanya distributor tak resmi di pertambangan. Diduga ada perusahaan distributor membeli BBM di luar provinsi. Cara tersebut sebagai strategi perusahaan "nakal" untuk menghindari pungutan pajak. Kondisi ini, memantik perhatian Wakil Ketua Komisi III DPRD Sultra, Aksan Jaya Putra.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Sultra, Aksan Jaya Putra

Kepada Kendari Pos, Aksan Jaya Putra mengatakan, fakta yang terjadi terkait jual beli BBM di Sultra, kerap ada beberapa perusahaan menawarkan BBM yang notabene berasal dari luar daerah. Misalnya, ada perusahaan di Sultra mengambil minyak dari Makassar atau Gresik. Hal ini karena adanya perbedaan harga zona wilayah.

"Harga minyak di luar lebih murah dan menguntungkan ketimbang dalam provinsi. Ditambah dengan menghindari pajak, sehingga semakin berlipat keuntungannya. Ini yang tidak bisa dibiarkan. Daerah tidak boleh dirugikan," tegas Aksan, kemarin.

Pria yang karib disapa AJP ini menjelaskan, kalau perusahaan resmi atau agen resmi yang melakukan jual beli, pasti terlebih dahulu harus mengantongi wajib pungutan atau wapu yang dikeluarkan Bapenda Sultra. "Sehingga, dikenakan pajak PPN dan PPH," ujarnya.

Peran Dinas ESDM, kata dia, sangat sentral dalam memonitoring lalu lintas distribusi jual beli BBM. Terutama pemantauan yang tegas terhadap perusahaan yang mengambil minyak di luar Sultra. Termasuk yang tidak mengantongi wapu.

"Perusahaan seperti ini, sangat sulit untuk dilakukan penagihan pajak sesuai regulasi yang mengatur. Beda ketika terdaftar memiliki Wapu. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi ESDM. Kami minta ESDM memberikan sanksi tega kepada distributor BBM Ilegal," tegasnya.

Selain mendorong upaya peningkatan pengawasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) ke industri pertambangan di wilayah Sultra, juga meminta Dinas ESDM memberikan penguatan, berupa regulasi yang mewajibkan pengusaha tambang menyuplai BBM industri dari agen resmi.

"Kalau lewat jalur resmi kan semua enak. Daerah juga dapat tambahan PAD dari sektor pajak BBM ini," imbuhnya.

PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi mengimbau kepada pelaku industri pengolahan (pertambangan) yang beroperasi di Wilayah Sultra untuk memanfaatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) lokal dan membeli dari agen resmi. Itu penting dilakukan guna meningkatkan pendapatan daerah dari sektor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB).

Senior Supervisor Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Taufiq Kurniawan mengatakan, industri pengolahan di Sultra wajib menyerap BBM Non Subsidi lokal. Pasalnya, setiap hari pihak telah menyiapkan stok BBM yang cukup untuk memenuhi kebutuhan industri.

Terkait pengawasan, pihaknya sepenuhnya menyerahkan kepada BPH Migas dan Pemda setempat. Sementara pihaknya hanya bertugas menyiapkan stok BBM untuk masyarakat termasuk kebutuhan industri.

"Tapi kami harap kesadaran pelaku industri agar membeli BBM di Sultra. Itu penting agar bisa mendukung pendapatan daerah dan menunjang pembangunan. Kalau ada yang melanggar tentu akan diberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku," pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam harga bahan bakar minyak (BBM), baik bersubsidi maupun nonsubsidi, terdapat komponen Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang besarnya ditetapkan oleh masing masing pemerintah daerah (pemda). Ketentuan tentang komponen PBBKB dalam harga BBM tersebut diatur dalam Perpres No 22 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran BBM Dalam Negeri. Besarannya mulai 5 persen hingga 7,5 persen. (ali/gus/m4/b)

  • Bagikan

Exit mobile version