Penulis : LM. Syuhada Ridzky
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Ada banyak kisah tentang sebuah industri gigantis bermula dari teras rumah atau dari sepetak garasi yang pengap. Pun begitu, bagi seorang pemuda milenial dari dataran tinggi Kemaraya, Kota Kendari. Ia merintis usahanya Bikaniata, yang bergerak di bidang furnitur dari teras rumah seorang kawan. Untuk menjaga kelangsungan hidup usaha rintisannya, ia nomaden layaknya habit mahkluk purba, berpindah dari teras ke teras, garasi ke garasi.
Kendala di awal adalah sistem marketing yang belum maksimal. Ia mengandalkan jejaring teman dekat. Bertemu kerabat face to face menawarkan produknya, yang kala itu berupa wood print, sebuah souvenir anti mainstream di kalangan anak muda Kendari. Lima tahun berjalan, digitalisasi booming, teknologi jaringan seluler pun berkembang. Berkat itu ia bisa memasarkan produknya melampaui sekat-sekat geografis. Produknya kini dapat menjangkau pasar yang lebih luas.
***
Pemuda milenial itu tengah berjibaku dengan serbuk kayu yang terhambur ke udara di dalam ruangan workshop. Ia sedang larut dalam deru bising mesin pengamplas. Saya harus menghampirinya sedekat mungkin agar ia mengetahui keberadaan saya disitu.
Di dalam hanggar seluas 10 x 12 meter itu, suara mesin menghasilkan gema yang cukup nyaring. Ia lalu melepas masker respirator yang melekat di wajahnya. Menghentak bajunya sekali, dan seketika jutaan zarah terhempas. Cahaya sore yang menerobos dari ventilasi ruangan membuat kilauan pada setiap butir zarah. Saya segera merogoh saku celana, bergegas memakai masker.
Pemuda itu bernama Helson. Usianya berkisar 28-an tahun. Ia sudah tahu maksud kedatangan saya, hendak memotret aktivitas UMKM di Kota Kendari, Bikaniata salah satunya. Dengan senyum semenjana ia menyambut saya. Ia mengantar saya berkeliling workshop. Sejurus kemudian ia memberi instruksi kepada kedua rekan kerjanya yang sedang membuat meja industrial dan mengerjakan pengecatan dasar.
Awalnya lokasi operasi Bikaniata terletak di pinggiran kota, lumayan terpencil. Operasional Bikaniata pindah di sebuah kawasan yang lebih representatif yakni di Sentra Industri Kecil Menengah (IKM) Meubeler Kendari sejak triwulan pertama 2021 kemarin. Untuk menyambung napas perekonomian yang tersendat akibat pandemi, pemerintah setempat menyediakan kawasan strategis secara gratis kepada pelaku industri kreatif. Helson mengambil peluang ini. Di dalam satu kawasan tersebut ia merasa berada dalam sanctuary.
Sentra IKM Meubeler Kendari yang terletak di jalan Boulevard, Baruga, Kota Kendari adalah mabes (markas besar) bagi para pengrajin olahan kayu. Helson mengaku, berkumpul dalam satu komunitas yang sama dapat mengembangkan kemampuannya. Ia dapat belajar dari para senior dan mengetahui teknik baru dari para pengrajin mebel lainnya.
Setelah mengajak saya touring singkat, ia mempersilahkan untuk mengabadikan momen-momen terbaik yang bisa saya dapat. Saya pun mengeksplorasi ranah visual sebebas-bebasnya. Melakukan directing, mengatur komposisi foto sedemikian rupa agar layak publish.
Sembari saya memotret, ia menuturkan banyak hal tentang perjuangan dan kerja kerasnya mengasuh Bikaniata. Dari yang semula berbentuk benih di dalam hati, lalu menjelma menjadi gagasan di dalam kepala dan kini mewujud dalam usaha yang menghidupkan.
Saya takjub mendengar pengakuannya, usaha yang mulanya ia modali Rp200 ribu itu kini mampu mencapai omzet lima puluhan juta dalam sebulan. Ia mengenang, bagaimana dulu memulai usaha ini bersama seorang kawan. Di akhir 2017 ia melakukan riset kecil-kecilan. Insting bisnisnya meronta berusaha menangkap peluang dari lingkungan sekitarnya. Setelah mendapatkan ide wood printing untuk souvenir, ia mulai take action di awal 2018.
Wood printing adalah produk kerajinan tangan yang menggunakan bahan kayu sebagai media transfer foto. Handicraft ini sangat digemari oleh kalangan mahasiswa. Utamanya ketika momentum wisuda. Harganya berkisar Rp 70.000 hinga Rp85.000. Dulu, seminggu ia hanya bisa dapat dua orderan. Pelan-pelan ia mendapat respon positif. Orderan bertambah, ia dapat menyicil alat dan bahan satu demi satu.
Ia belajar teknik lewat tutorial youtube dan memanfaatkan google untuk menambah referensi. Yang mulanya hanya memproduksi souvenir kecil-kecilan, kini ia sudah dapat memproduksi berbagai macam furnitur, diantaranya meja rapat berkerangka besi holo, meja TV berbahan plywood, dan lain sebagainya. Terbaru ia sudah membuat furnitur dengan finishing HPL.
Ia juga mengungkit konflik internal yang mendewasakannya. Kesalahan dan kurangnya koordinasi antar tim (para founder) berdampak pada kepuasan konsumen. Ia harus mengambil keputusan tegas demi mempertahankan reputasi brand yang telah ia bangun. Miskomunikasi yang fatal mengharuskannya membangun bisnis sendiri. Ia memetik hikmah. Kembali belajar meningkatkan kapasitas manajerial.
Bagi pria pecinta badminton itu, dalam mengembangkan bisnisnya ia berpijak pada tiga hal, kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Dari sisi kuantitas, ia mempekerjakan dua orang tenaga kerja, dan terkadang menerima freelance yang diupah harian jika orderan sedang membludak.
Bagaimanapun, meski dalam ruang lingkup yang mikro, eksistensi Bikaniata yang digawangi Helson telah memberi berkah bagi sebagian orang dengan membuka lapangan kerja. Sekaligus secara tak langsung memberi kontribusi terhadap pemerintah dalam mengurangi angka statistik pengangguran.
Untuk mempertahankan kualitas produksi ia kerap memantau proses produksi sedetail mungkin. Ia tidak pikir panjang untuk membongkar dan mengerjakan ulang jika ada detail terlewatkan ataupun hasil produksi tak sesuai standar atau pesanan client. Terkadang ia harus menyetop orderan, tak lain agar tidak terjadi penumpukan, sehingga ia tidak tergesa dalam bekerja, itu dilakukan untuk mempertahankan kualitas produksi, sebab SDM yang bekerja akan fokus dengan deadline yang lebih panjang.
Sedangkan agar tetap sustain, ia meletakan fondasi manajemen yang disiplin. Ia menjaga ritme kerja, mengatur dengan apik pola pemasukan dan pengeluaran.
Tantangan selanjutnya untuk mempertahankan kesinambungan bisnis adalah pola pemasaran yang telah bermigrasi ke online. "Ini sangat challenging, bagaimana kita bisa mengubah kebiasaan tradisional dan sederhana, yang semula berjualan manual, harus turun ke lapangan, kini kita dapat menawarkan produk secara online," katanya dengan tubuh berlumur partikel-partikel kayu.
Menurut Helson, meskipun berkecimpung dalam kegiatan sama, furnitur, olahan kayu, namun semua tergantung bagaimana pemasaran masing-masing. "Kami semua, unit-unit usaha dalam kawasan ini telah memiliki segmentasi pasar tersendiri, persaingan lebih kepada oh yang sana udah bisa bikin ini, itu dan lain-lain, jadi kita terpacu juga untuk bisa", katanya.
Sebagai owner, Helson cukup ambisius dengan visinya menjadi furniture retail company. Saat ini ia sedang menyusun bata kesuksesannya satu demi satu. Tentang impian dan cita-cita, ia adalah seorang futurolog. Di usia yang terbilang muda membangun Bikaniata ia tidak sedang mencari jati diri, melainkan membentuk jati dirinya sendiri.
Membawa visi sebesar itu, ia sadar sangat membutuhkan bantuan teknologi. Terutama dalam mencapai target market.
Digital Marketing Jauh Lebih Mudah dengan Fasilitas Smartfren
Go Digital adalah langkah adaptif dan responsif Bikaniata hadapi pandemi dan tantangan marketing yang kian kompetitif. Pemasaran produk Bikaniata kini telah sepenuhnya berada dalam ekosistem digital, melalui media sosial yang terpusat pada instagram dan toko online berupa website.
Pesatnya skala perkembangan usaha kedai kopi pinggiran hingga restoran di Kota Kendari masuk dalam catatan peluang Bikaniata sebagai penyedia furnitur. Berdasar data Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Sulawesi Tenggara sektor perumahan tumbuh hingga 70 persen (per April 2021). Angka itu masuk dalam radar Bikaniata. Dan untuk menjangkau semua peluang secara online, Bikaniata sangat terbantu dengan fasilitas akses internet melejit non stop dari kartu Smartfren.
Dengan menggunakan Smartfren, ia tidak disergap kekhawatiran lagi untuk mengakses semua aplikasi medsos untuk memantau dan mengontrol penjualan selama 24 jam jika kuota tiba-tiba habis. Fitur unlimited non stop dari Smartfren cukup membantu dalam penetrasi di pasar digital ketika sedang fokus bekerja di workshop.
Seirama dengan smartfren yang mengusung konsep "Harga Temenan" untuk menjangkau semua kalangan, Bikaniata pun hadir dengan signature "Teman Dekorasi Rumah", tak lain ingin menjalin koneksi kekerabatan terhadap pelanggan setianya. Helson percaya, hubungan kekerabatan dengan pelanggan perlu dipupuk dan dirawat dengan desain produk furnitur yang tak sekadar fungsional, tetapi memberi makna yang mendalam. Filosofi tersebut akan mengeratkan hubungan emosional, antara perusahaan (unit usaha) dan konsumen.
Dengan memanfaatkan layanan internet dari Smartfren, Bikaniata lebih mudah membangun akses, link dan jaringan market, hingga kebijakan dan program pemerintah bagi UMKM. Ia dapat mengikuti semua informasi dan perkembangan tren terbaru.
Dengan Smartfren, Bikaniata tidak hanya go digital dan go modern tetapi selangkah di depan gerbang besar bernama pasar global (go global).
Menyaksikan etos kerja dan konsistensi Helson mendirikan Bikaniata, membuat saya merenung. Kita mampu menilai diri sendiri dari yang kita pikir bisa kita lakukan, tetapi orang lain akan menilai dari apa yang telah kita kerjakan. Sebagai orang biasa yang kerap tampil menipu dengan pembawaan santai ternyata ia menyimpan mimpi besar dan gebrakan nyata. Ia ingin mencapai puncak kebebasan finansial sebelum usia 30 tahun. (*)