KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Delapan tahun sudah Kabupaten Buton Tengah (Buteng) terbentuk sebagai daerah otonom. Selama itu pula Buteng tidak memiliki kawasan perkantoran yang representatif. Termasuk kantor Bupati dan kantor DPRD yang menjadi simbol pemerintahan sebuah kabupaten. Usai dilantik, Penjabat (Pj) Bupati Buteng, Muhammad Yusup sigap merancang pembangunan kawasan perkantoran.
“Saya memahami mungkin ada kendala yang dihadapi sehingga sampai saat ini Buton Tengah belum memiliki kantor bupati. Ini yang kita perjuangkan sekarang. Semoga segera terealisasi,” ujar Pj.Bupati Buteng, Muh.Yusup kepada Kendari Pos, kemarin.
Pj.Bupati Buteng, Muh.Yusup mengatakan, tak dapat dipungkiri bahwa proses pembangunan tak lepas dari riak-riak kecil, utamanya mengenai lahan. "Apa yang diperjuangkan tak lain untuk kepentingan daerah dan masyarakat Buteng," ungkapnya.
Sepanjang tak melanggar undang-undang, tak ada alasan menghalangi iktikad baik tersebut. Namun, Pj.Bupati Muh.Yusup tak arogan. Pendekatan persuasif terus dilakukan terutama kepada warga pemilik lahan. Tokoh masyarakat dan budaya dilibatkan untuk menciptakan komunikasi dua arah yang saling menguntungkan.
Dalam kurun waktu sebulan sejak menginjakkan kaki di kabupaten berjuluk Negeri Seribu Gua itu, Pj.Bupati Muh.Yusup berkali-kali turun lapangan. Ia mendengarkan aspirasi warga dan disaat yang sama mencoba memberikan pengertian. Agar semua pihak memiliki persepsi yang sama tentang tujuan pembangunan kawasan perkantoran di Labungkari dan ketentuan yang mengaturnya.
“Pada prinsipnya, saya mencoba meletakkan sesuatu sesuai dengan apa yang diamanatkan undang-undang terbentuknya Kabupaten Buteng. Saya membangun sesuai dengan undang-undang maupun keinginan masyarakat. Saya tidak akan pernah keluar dari apa yang diamanatkan, yaitu di kawasan Labungkari. Tentunya kantor yang dibangun juga di lokasi itu. Jangan kita malah membangun di tempat yang lain,” tegas Pj.Bupati Muh.Yusup.
Kepala BPBD Sultra itu merasa bersyukur karena perjuangannya didukung masyarakat pemilik lahan. Mereka mendukung pembangunan sepanjang tidak melanggar regulasi. Pj.Bupati Muh.Yusup sendiri dengan tangan terbuka menyambut siapapun yang merasa keberatan terhadap proses yang berlangsung, untuk berdiskusi.
“Saya tidak tahu kenapa ketika akan membangun, ada komplain bahwa lahan tersebut tanah masyarakat. Padahal telah dihibahkan. Ada permintaan ganti rugi, macam-macam. Syukur alhamdulillah sekarang sudah ada kesepakatan dengan beberapa tokoh masyarakat yang ada di sana. Masyarakat hadir di lokasi memberikan support agar pemerintah tidak takut dengan permintaan ganti rugi. Kita pemerintah juga tidak mau membuat gaduh,” imbuhnya.
Pj.Bupati Muh.Yusup telah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera melakukan sertifikasi. Proses itu sudah berjalan. Diharapkan dalam waktu dekat tanah hibah seluas 140 hektare sudah bersertifikat sehingga tidak ada blunder kepemilikan lahan dan pembangunan bisa segera dilakukan.
“Selama ini hanya mengandalkan akta hibah. Itu kan hanya sebagai bukti masyarakat menghibahkan tanahnya. Tetapi legitimasinya belum ada karena harus ada sertifikat. Saya sudah meminta BPN untuk disertifikatkan supaya tidak ada lagi klaim-klaim dan saya anggarkan untuk proses sertifikasi itu," tandas Pj.Bupati Muh.Yusup. (uli/b)