KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Rencana pemerintah menghapus tenaga honorer, memang belum diberlakukan tahun ini. November 2023 mendatang, barulah kebijakan tersebut diterapkan. Itu sesuai dengan surat yang diterbitkan mendiang Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Tjahjo Kumolo, bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 itu diundangkan pada 31 Mei 2022 lalu. Pro kontra atas kebijakan itu pun mulai bermunculan. Nasib honorer setelah itu dipertanyakan, terlebih bagi mereka yang tak lolos seleksi CPNS maupun PPPK.
Sejumlah instansi pemerintah yang memakai jasa honorer kini masih menanti kebijakan turunan dari penghapusan itu. Tentu diangkat menjadi ASN adalah harapan dan doa yang paling banyak dilangitkan mereka yang terdampak. Di Kabupaten Buton, salah satu instansi pelayanan yang paling banyak memekerjakan tenaga non ASN adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Rumah sakit plat merah itu saat ini menjadi tempat bekerja bagi 209 honorer dari 328 pegawai yang ada.
Direktur RSUD Kabupaten Buton, dr. Ramli Code, pun mengaku khawatir dengan rencana penerapan kebijakan tersebut. Pasalnya kurang lebih 70 persen petugas rumah sakit berstatus honorer. "Honorer ada 209 orang, pegawai 119 orang. Jadi kurang lebih 300 orang. Kita tidak tahu mau seperti apa pelayanan kalau mereka dihapuskan," katanya, Jumat (1/7). Para honorer itu kata dia memegang peran sentra dalam pelayanan rumah sakit. Sebab mereka terdiri dari dokter, perawat, bidan, analis, tenaga farmasi, tenaga gizi, petugas rekam medik dan lainnya. "Mereka yang berstatus non PNS dan non PPPK ini ada di semua lini pelayanan. Sehingga pelayanan bisa-bisa macet tanpa mereka, bahkan bisa jadi malah tutup sementara sampai ada pegawainya," sambung Ramli Code.
Lanjut dia, sistem penggajian pegawai tak lagi membebani APBD. Seban sejak 2021 lalu status lembaganya sudah berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Olehnya itu, keuangan rumah sakit dikelola sendiri mulai dari pengadaan alat dan obat-obatan sampai dengan gaji pegawai. "Untuk gaji honorer itu kita anggarkan sendiri dari BLUD, setiap tahun itu kurang lebihnya Rp 1 miliar," terangnya. Ia pun berharap ada pengecualian bagi BLUD atas penerapan kebijakan pusat tersebut. Soal itu, Pemkab Buton melalui BKSDM bisa berkonsultasi ke KemenPAN-RB untuk memastikannya. “Harapan kita tinggal Pemkab Buton, mungkin konsultasikan kembali ke kementerian, agar ada kebijakan untuk honorer di BLUD," pungkas Ramli Code. (b/lyn)