KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Informasi terkait akan dihapusnya tenaga honorer pada tahun 2023 mendatang, sudah tersebar luas. Keberadaan mereka tak diakui lagi. Negara hanya akan mengenal Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam struktural pemerintahan. Pro kontra atas kebijakan itu mulai bermunculan. Namun tak sedikit juga yang pasrah karena sudah menjadi keputusan pengambil kebijakan. Bupati Buton, La Bakry, mengaku hanya bisa pasrah dengan kebijakan mengenai honorer itu. Sebab, hal itu menjadi kewenangan mutlak Pemerintah Pusat dalam hal ini KemenPAN-RB. "Sebenarnya sayang kalau dihapuskan. Tapi kita mau apa, itu wewenang pusat. Di daerah ini sifatnya hanya menindaklanjuti," kata La Bakry, Jumat (24/6).
Ia mengakui, keberadaan honorer di Buton yang jumlahnya kurang lebih 1.000 orang memang membebani APBD. Namun, peran mereka dalam pelayanan, cukup dibutuhkan. Sehingga daerah rela merogoh APBD hingga Rp 10 miliar per tahun untuk penggajian honorer itu. "Dari segi keuangan memang memberatkan, tapi dari sisi kinerja kita butuh. Tidak mungkin orang kerja kemudian tidak digaji. Mereka bekerja dan ada peran di situ," tambahnya.
Soal nasib kinerja lembaga pemerintahan tanpa honorer nantinya, La Bakry tak ingin berandai-andai. Intinya Ia berharap honorer tetap bisa bekerja dengan model atau skema lain. "Misalnya honorer ini punya kelompok atau badan usaha. Kemudian berperan sebagai pihak ketiga dan kita pakai jasanya, mungkin seperti itu bisa," lanjutnya. Di Buton, instansi teknis yang paling bergantung pada tenaga honorer adalah Dinas Lingkungan Hidup, khususnya bidang kebersihan. "Itu kalau tidak ada honorer, pasti terasa sekali. Kantor-kantor, jalan-jalan kita pasti ada perbedaan tingkat kebersihannya," tandas La Bakry. (b/lyn)