KPU Sultra Siap Menggelar Tahapan Pemilu

  • Bagikan
Ketua KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir Muthalib

20 Bulan Menuju Pemungutan Suara

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Genderang tahapan Pemilu tinggal menghitung hari. UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebut tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Jadwal pemungutan suara Pemilu digelar pada 14 Februari 2024 dan Pilkada serentak akan digelar pada 27 November 2024.

KPU memastikan tahapan Pemilu 2024 tidak akan mundur dari jadwal yang sudah dirancang, yaitu dimulai 14 Juni 2022. DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu menyepakati besaran dana pelaksanaan pemilu 2024 adalah Rp76,6 triliun. Tantangan berat menyelenggarakan Pemilu segera dimulai.

Ketua KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir Muthalib mengatakan, tahapan Pemilu serentak 2024 dimulai 14 Juni 2022 atau 20 bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara pada 14 Februari 2024 nanti. Regulasi tersebut merujuk ada Peraturan KPU nomor 3 Tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024. "PKPU sudah ditetapkan dan diundangkan oleh Kemenkumham pada 9 Juni 2022 lalu," kata La Ode Abdul Natsir Muthalib kepada Kendari Pos, Minggu (12/6).

Abdul Natsir menjelaskan, untuk pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta pemilu, dilakukan mulai 29 Juli hingga 13 Desember 2022. Diikuti penetapan parpol peserta pemilu pada 14 Desember 2022. Kemudian tahapan pencalonan dilakukan 6 Desember 2022 sampai 25 November 2023. Rinciannya, anggota DPD pada 24 April hingga 25 November, untuk anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten serta Kota dan 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024 untuk pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Sementara masa kampanye berlangsung selama 75 hari dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Pemungutan suara dilaksanakan pada 14 Februari 2024 dan dilanjutkan dengan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 15 Februari sampai 20 Maret 2024," jelas Abdul Natsir.

Ojo sapaan Abdul Natsir Muthalib menambahkan, jika tidak ada perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), maka penetapan hasil pemilu dilakukan paling lambat 3 hari setelah pemberitahuan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kemudian jika ada PHPU, maka penetapan hasil pemilu dilakukan paling lambat 3 hari setelah putusan MK. Kemudian jika ada pilpres putaran kedua, maka akan digelar pada 26 Juni 2022," tambah Abdul Natsir.

Keputusan akumulasi anggaran Pemilu berjumlah Rp 76,6 triliun. Anggaran nasional tersebut, KPU di daerah tinggal menunggu penyaluran dari pusat. Karena ini merupakan Pemilu, maka yang menentukan porsi anggarannya adalah KPU pusat bersama stakeholder. "Untuk besaran anggaran tiap daerah belum bisa dipastikan saat ini. Karena masih akan dikonsultasikan dengan Kementrian Keuangan yang mengetahui dan mengatur soal fiskal," tandas Abdul Natsir.

Pengamat politik Sultra, Dr. Najib Husain menuturkan, waktu tahapan Pemilu selama 20 bulan, mesti dimanfaatkan secara efektif dan maksimal oleh KPU dalam menata segala bentuk persiapan. Misalnya, terkait sosialisasi Pemilu jangan dilaksanakan dalam bentuk seremonial belaka tanpa tujuan atau output yang konkrit.

Artinya, mesti ada inovasi fundamental dalam memahamkan pemilih. Tidak mengandalkan sosialisasi berbasis konvesional atau struktural yang diturunkan dari pusat. Sosialisasi di tengah masyarakat harus melalui pendekatan yang sesuai keadaan karakter masing-masing masyarakat atau daerah yang dituju. Karena berbeda karakter masyarakat pesisir, kepulauan, dan lain sejenis.

"Memahami secara monografi maupun tipikal secara umum kondisi masyarakat, dengan tujuan produktivitas sosialisasi dapat menelurkan hasil yang tepat sasaran. Terjemahannya, para pemilih benar-benar paham secara mendalam dan menyeluruh dan berpotensi besar melaksanakan atau menunaikan aturan menjadi pemilih yang cerdas," kata Dr. Najib Husain kepada Kendari Pos, Minggu (12/6).

Melalui prinsip tersebut, kata dia, maka anggaran yang diperuntukan bagi sosialisasi, tidak berbasis proyek semata. Tetapi termanfaatkan dengan baik sesuai harapan atau cita-cita bersama menuju terciptanya pemilih berkualitas. Karena sejatinya partisipasi pemilih bukan dilihat saat hari H, tetapi saat dimulai tahapan Pemilu.

Di satu sisi, pemilih cerdas yang dimaksud yaitu pemilih yang terdorong mempelajari atau menelisik rekam jejak partai atau figur tertentu, sebagai bahan pertimbangan. Output akhirnya saat menjatuhkan pilihan yakni berbasis rasional dan tepat sasaran. "Dari sini, maka berpotensi besar tercipta pemilihan yang sehat sehingga dapat menelurkan iklim demokrasi yang tumbuh produktif," beber Najib Husain.

Doktor jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) ini menjelaskan, yang tak kalah pentingnya persiapan sumber daya manusia yang berkarakter kuat memahami konsep jalannya Pemilu. Termasuk dalam seleksi badan adhoc, KPU harus mengalokasikan anggaran khusus untuk tes kesehatan dan tidak membebankan biaya kepada mereka (badan adhoc).

Sangat penting menguji dan memastikan aspek kesehatan bada ad hoc yang merupakan ujung tombak dalam pemilihan. Khawatirnya, tragedi jatuhnya ratusan korban seperti tahun 2019 lalu berpotensi terulang kembali.
"Kita tidak menginginkan tragedi kelam 2019 lalu kembali terjadi. Ini wajib menjadi perhatian penyelenggara. Dalam aspek kesehatan, badan adhoc tidak bisa hanya berbasis surat pernyataan sehat yang dikeluarkan pihak rumah sakit semata, tetapi mesti ada tes khusus yang benar-benar memastikan mereka sehat. Ini bagian strategi mereduksi jatuhnya korban," beber Najib Husain.

Najib Husain menambahkan, penyelenggara Pemilu dituntut mesti memiliki inovasi dan kreasi produktif yang tinggi dalam mendesain jalannya Pemilu. Salah satu kuncinya mempunyai, perangkat sumber daya manusia dengan kompetensi dan kemampuan manajerial yang berkualitas. (ali/b)

  • Bagikan