Presiden : Eliminasi Ego Sektoral
Menyelesaikan Persoalan Bangsa Butuh Integrasi Antarlembaga
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ibu Iriana Jokowi menjejak bumi Pulau Pandai Besi (Wakatobi), kemarin. Presiden membuka pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2022. Presiden Jokowi menegaskan seluruh jajaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk saling terbuka dan bersinergi.
"Hindari (baca : eliminasi) adanya ego sektoral dalam menyelesaikan segala persoalan bangsa yang terjadi di masyarakat. Salah satunya mengenai sengketa lahan. Saya tidak bisa menoleransi terjadinya kerugian negara, terjadinya kerugian masyarakat yang disebabkan oleh ego sektoral dan ego lembaga, enggak itu, sudah stop, cukup stop. Persoalan dimulai dari sini, semuanya harus membuka diri,” ujar Presiden saat membuka GTRA Summit 2022 di Marina Togo Mowondu Wanci, Wakatobi, Kamis (9/6), kemarin.
Kepala Negara menekankan bahwa adanya ego sektoral antara kementerian/lembaga masih menjadi penghambat dalam menyelesaikan berbagai persoalan negara. Presiden menyebut, integrasi antarkementerian/lembaga merupakan hal terpenting yang harus dilakukan.
“Pemerintah daerah, kabupaten/kota, di provinsi, di pusat tidak bekerja secara terintegrasi, jalan sendiri-sendiri, egonya sendiri-sendiri. Kalau diterus-teruskan enggak akan rampung persoalan negara, persoalan bangsa ini enggak akan rampung. Persoalannya kelihatan, solusinya kelihatan, tapi tidak bisa dilaksanakan hanya gara-gara ego sektoral,” kata Presiden Jokowi.
Lembaga negara baik di pusat maupun daerah, harus membuka diri. Forum GTRA Summit 2022 merupakan forum untuk menghancurkan tembok ego sektoral. Dalam konteks reforma agraria, kebijakan satu peta harus dikuti dan didukung.
"Saya meminta pemanfaatan teknologi, dengan membangun aplikasi, membangun platform agar penyelesaian sertipikat tanah bisa lebih cepat. Tidak hanya menghitung hari tapi sudah menghitung jam," ujar Presiden Jokowi.
Sejak tahun 2015, Presiden Jokowi telah berulangkali menyampaikan persoalan tumpang tindih pemanfaatan lahan. Setiap ke daerah, Presiden selalu menemukan persoalan sengketa tanah. Dari 126 juta yang seharusnya memegang sertipikat, pada tahun 2015 itu baru 46 juta. Artinya, ada sekitar 80 juta penduduk Indonesia yang menempati lahan tapi tidak memiliki hak hukum atas tanah itu. Hal ini juga berpotensi buruk pada iklim investasi.
"Ironisnya, justru lahan-lahan besar yang mencapai ribuan hingga puluhan ribu yang terlayani, sedangkan lahan-lahan kecil hingga 200 meter persegi saja, tidak dapat diselesaikan. Dengan kapasitas 500 ribu sertipikat per tahun pada tahun 2015, berarti penduduk Indonesia harus menunggu 160 tahun untuk bisa semua memiliki sertipikat," jelas Presiden.
Melihat persoalan tersebut, Presiden memerintahkan Menteri ATR/Kepala BPN untuk meningkatkan kapasitas penerbitan sertipikat menjadi lima juta per tahun. Lalu, tahun berikutnya dinaikkan lagi menjadi tujuh juta per tahun, dan naik lagi menjadi sembilan juta sertipikat per tahun. “Sebenarnya, kita bisa mengerjakan, tapi tidak bisa kita lakukan. Dari 500 ribu menjadi sembilan juta, nyatanya bisa,” imbuh Presiden.
Saat ini, sertipikat yang telah diterbitkan pemerintah mencapai 80,6 juta dari 46 juta pada tahun 2015. Belum lagi, persoalan spesifik seperti pulau-pulau kecil dan masyarakat Bajo yang tinggal di atas air. Ternyata, kata Presiden, sumber permasalahannya dari lembaga pemerintah sendiri, yakni ego sektoral dari lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah. Lembaga pemerintah tidak bekerja secara terintegrasi. Bekerja sendiri-sendiri dengan egonya masing-masing.
“Persoalannya kelihatan. Solusinya kelihatan. Namun, tidak bisa dilaksanakan hanya gara-gara ego sektoral. Saya sangat menghargai pertemuan GTRA ini, yang diharapkan bisa segera mengintegrasikan, memadukan seluruh kementerian/lembaga. Semuanya bekerja dengan tujuan yang sama. Menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat agar sengketa lahan bisa diselesiakan,” papar Presiden.
Presiden menegaskan, semua lembaga pemerintah, baik pusat dan daerah, baik kementerian maupun lembaga, harus saling terbuka, saling bersinergi, dan riil pada tataran pelaksanaan. "Jangan hanya bicara kita harus terbuka, tetapi prakteknya tidak," ungkap Presiden.
Selain itu, Presiden mengatakan bahwa permasalahan sengketa tanah harus segera diselesaikan. Presiden menyebut, hal tersebut bukan suatu permasalahan yang kecil dan dapat berdampak pada kehidupan sosial bahkan kondisi perekonomian masyarakat.
“Ini hati-hati dampak sosial, dampak ekonominya ke mana-mana. Dan kalau sudah pegang yang namanya sertipikat, ini bisa memberikan trigger kepada ekonomi karena bisa dipakai untuk kolateral bisa dipakai untuk jaminan, untuk mengakses permodalan ke bank, ke lembaga keuangan,” tutur Presiden.
Sementara itu, Gubernur Sultra Ali Mazi mengatakan, kehadiran Presiden Jokowi bersama Ibu Negara menjadi sejarah penting bagi masyarakat Wakatobi. Sebab, Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana adalah presiden pertama yang berkunjung ke Wakatobi sejak Indonesia merdeka.
"Kehadiran Presiden dapat menjadi spirit bagi seluruh elemen di Wakatobi dan Sultra untuk memulihkan ekonomi setelah terpuruk akibat pandemi Covid-19," kata Gubernur Sultra Ali Mazi di hadapan Presiden Jokowi, kemarin.
Kehadiran Presiden sekaligus menjadi kehormatan dan kebanggaan bagi masyarakat Sultra dan Wakatobi yang akan menjadi energi positif bagi kemajuan masyarakat. "Saya juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kehadiran Presiden dan kehadiran sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, para anggota DPR RI, DPD RI, para gubernur dan bupati/wali kota," ujar Gubernur Ali Mazi.
Gubernur Ali Mazi mengungkapkan rasa haru, karena sejak Indonesia merdeka, baru satu orang putra daerah Sultra yang menjadi menteri, dan itu terjadi pada masa Presiden Jokowi. "Saudara Bahlil Lahadalia, Bapak Presiden percayakan sebagai menteri. Saya terharu karena Bahlil Lahadalia, salah satu putra daerah kami. Terima kasih Presiden,” kata Gubernur Ali Mazi.
Terkait dengan GTRA Summit, Gubernur menyatakan kegiatan ini telah lama dipersiapkan, bahkan sejak tahun 2021 lalu. Pelaksanaan GTRA Summit 2022 merupakan perintah langsung Presiden kepada Gubernur Sultra yang bekerjasama Kementerian ATR/BPN. ":Kegiatan ini sangat penting dan strategis sebagai wujud implementasi arahan Presiden membangun Indonesia dari pinggiran sekaligus menyambut Presidensi G20," jelas Gubernur Ali Mazi. (ali/thy/b/BPMI Setpres)