KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Maraknya peredaran uang palsu (Upal) hingga kini, membuat bank Indonesia wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) terus melakukan langkah pemberantasan peredaran uang palsu di wilayah Bumi Anoa. Pasalnya, selama periode Januari hingga Mei 2022, Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Sultra telah menemukan kurang lebih 232 lembar uang palsu yang beredar di masyarakat.
Deputi Kepala Perwakilan BI Sulawesi Tenggara, Aryo Wibowo T Prasetyo mengatakan, rata-rata temuan uang palsu dengan jumlah ratusan itu ditemukan oleh tim perbankan. Saat ini beragam langkah telah dilakukan guna menekan peredaran uang palsu di Sultra.
"Hampir 90 persen temuan uang palsu mulai awal tahun hingga sekarang, berasal dari laporan atau temuan perbank kan. Karenanya kami dari tim bank sendiri harus betul-betul bekerja secara masif dan profesional, dalam menilai dan mengevaluasi setiap hal-hal yang dilakukan, untuk mencegah penyebaran uang palsu ini," jelasnya.
Menurutnya, selama kurun waktu tiga tahun terakhir ini, terjadi peningkatan penyebaran uang palsu dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi, mengingat ini masih pertengahan tahun namun sudah ratusan temuan uang palsu.
"Kalau dirinci dari tahun 2019 temuan uang palsu hanya 138, tahun 2020 mencapai 104 lembar, tahun 2021 sebanyak 211 lembar, dan di tahun ini baru pertengahan tahun saja kita sudah temukan 232 lembar uang palsu," bebernya.
Dia melanjutkan, setiap temuan Upal tentunya akan langsung dimusnahkan oleh pihak kepolisian, setelah dilakukan uji laboratorium oleh BI.
"Namun yang pasti, sebelum dilakukan pemusnahan, kita periksa dulu secara detail mengenai kepalsuan uang tersebut, setelah itu baru kami buat laporan kepada pihak berwajib untuk melakukan tindak lanjut, apakah akan dilakukan penyelidikan dan lain sebagainya. Jika sudah tidak ada tindakan dan lainnya, maka kami bersama dengan pihak kepolisian akan memusnahkan uang palsu tersebut," paparnya.
Bahkan, kata dia untuk memastikan keasliam uang yang beredar pihak BI telah menyediakan laboratorium khusus untuk mendeteksi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah palsu atau tidak. Hal ini sebagai salah satu langkah mengantisipasi peredaran uang palsu di pasaran.
"Laboratorium keaslian uang di BI Sultra sudah ada sejak 2018 dan sejak saat itu sudah kita operasikan," terangnya.
Diungkapkan, bagi masyarakat yang ingin mengecek keaslian uang rupiah yang diduga palsu bisa langsung membawa uangnya untuk dideteksi ke Kantor BI Sultra.
"Jadi masyarakat bisa secara langsung membawa uang Rupiah diduga palsu ke BI atau bisa juga ke bank dan kantor polisi terdekat yang kemudian diteruskan ke kami BI untuk proses klarifikasi," jelasnya.
Untuk temuan sebaran uang palsu, rata-rata pecahan uang Rp 50.000 dan Rp 100.000, mengingat pecahan uang tersebut merupakan nominal pecahan terbesar.
Dia menegaskan, ancaman orang yang mengedarkan uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Menurut pasal 245 KUHP, orang yang memalsukan Rupiah dan menggunakannya atau mengedarkanya diancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Dia merinci, beberapa hukuman pengedar uang palsu sesuai undang-undang yakni memalsukan uang Rupiah dimana hukuman bagi pembuat uang palsu dalam UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang adalah pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Kedua, menyimpan Uang Rupiah Palsu dimana bagi orang yang bersangkutan tahu bahwa itu adalah uang palsu, maka diancam hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp10 miliar. Hukuman untuk penyimpan uang palsu tersebut seperti yang tertera dalam Pasal 36 Ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2011.
Selanjutnya, mengedarkan Uang Palsu atau membelanjakan uang palsu bisa mendapat hukuman sesuai dengan Pasal 36 Ayat 3 UU Nomor 7 tahun 2011 yaitu penjara maksimal 15 tahun dan denda sebesar Rp50 miliar.
"Kemudian ekspor atau impor uang palsu. Bagi orang yang membawa uang palsu masuk ke Indonesia atau ke luar negeri diancam dengan hukuman penjara seumur hidup dan denda sebesar Rp100 miliar. Peraturan ini termaktub dalam Pasal 36 Ayat 5 UU Nomor 7 tahun 2011," pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, salah satu masyarakat, Wulan mengatakan, dirinya bakal lebih berhati-hati. Tetapi dengan kasus-kasus seperti ini, harusnya pihak bank ataupun pemerintah bisa lebih masif dalam melakukan sosialisasi. Sehingga masyarakat bisa lebih paham membedakan uang asli dan palsu.
"Bukan saja di wilayah perkotaan tetapi juga di perkampungan yang notabenenya masih sangat ketinggalan informasi. Karenanya informasi-informasi penting seperti ini harusnya sudah disosialisasikan ke mereka, aagar mereka tidak dengan mudah tertipu oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," imbuhnya. (rah/b)