Penulis : Nur Qadriyanna Said
(Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara)
Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Demikian dijelaskan dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Bab I Pasal 1 poin 10; dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 1 Poin 1.
Adapun Peraturan Pemerintah sebagaimana yang telah disebutkan diatas dalam perkembangannya dimaksudkan agar pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang semakin kompleks perlu dikelola secara optimal, efektif, dan efisien.
Untuk itulah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai pembaruan dari Peraturan sebelumnya dibentuk sebagai Peraturan Pelaksana dari Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan, khususnya Pasal 49 ayat (6) yang mengatur bahwa: “(6) Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.” PP Nomor 20 Tahun 2020, Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa “Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik Negara.”
Terkait dengan ketentuan tersebut, lebih lanjut di ayat (4) dijelaskan bahwa “(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dan tanggung jawab tertentu yang dapat dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pelimpahannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.”
Sebagaimana dijelaskan diatas, pengaturan lebih lanjut terkait kewenangan dan tanggung jawab Pengelolaan Barang Milik Negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Terdapat beberapa Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang pengelolaan Barang Milik Negara, beberapa diantaranya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.06/2021 tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Aset Lain-lain; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.06/2021 tentang Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara; dan PMK Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga.
BMN Terindikasi Idle
BMN idle adalah Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Hal tersebut diatur dalam PMK Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Lantas, kapan BMN tersebut dikatakan BMN terindikasi idle? Berikut ilustrasinya.
“Bermula dari adanya informasi mengenai BMN terindikasi idle, Pengelola Barang menyampaikan surat permintaan klarifikasi tertulis kepada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang atas informasi mengenai BMN terindikasi idle tersebut. BMN dinyatakan sebagai BMN terindikasi idle berlaku sejak diterbitkannya Surat Permintaan Klarifikasi Tertulis oleh Pengelola Barang”
Contoh: “Terdapat informasi mengenai BMN terindikasi idle dari KPPN (Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara). dan KPKNL ( Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) menyampaikan surat permintaan klarifikasi tertulis kepada KPPN atas informasi mengenai BMN terindikasi idle tersebut. BMN dinyatakan sebagai BMN terindikasi idle berlaku sejak diterbitkannya Surat Permintaan Klarifikasi Tertulis oleh KPKNL.”
Adapun kriteria BMN idle yaitu:
a. BMN dalam penguasaan Pengguna Barang yang tidak digunakan; atau
b. BMN dalam penguasaan Pengguna Barang yang digunakan tetapi tidak sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Pemanfaatan BMN Idle dan Potensi UMKM
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya BMN idle adalah Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Dengan tidak digunakannya tanah dan/atau bangunan tersebut untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintahan, maka dapat dikatakan terdapat sebuah properti yang tidak produktif dan tidak termanfaatkan.
Untuk itu, terdapat potensi yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan manfaat lain bagi masyarakat atau publik. Menteri Keuangan, Sri Mulyani pernah mengungkapkan “Negara maju asetnya kerja keras sementara mereka bekerja biasa-biasa, sedangkan di Indonesia orangnya bekerja sangat keras sementara asetnya tidur”.
Pernyataan ini tentunya selaras dengan kondisi BMN idle yang seyogianya dapat dimanfaatkan untuk memberikan nilai ekonomi yang lebih terhadap aset yang menjadi BMN idle tersebut. Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan guna pemanfaatan BMN idle agar dapat memberikan nilai ekonomi lebih adalah pemberdayaan UMKM pada BMN idle tersebut.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, pada bulan Maret 2021 lalu, jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07% atau Rp8.573,89 Triliun. UMKM mampu menyerap 97% dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga 60,42% dari total investasi di Indonesia.
Terbaru, di tahun 2022, Teten Masduki menyampaikan populasi generasi muda mencapai 64% dari total penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut 73% anak muda Indonesia berminat wirausaha. Di sisi lain, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan UMKM akan menjadi salah satu bantalan pemulihan ekonomi 2022.
Dampak dari pandemi Covid-19, 98% UMKM mengalami permasalah demand shock dan supply shock antara lain karena berkurangnya pesanan, kesulitan distribusi dan kesulitan memperoleh bahan baku.
Berdasarkan potensi sebagaimana dituliskan diatas dan tantangan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM di tengah masa pandemi Covid-19, tentunya diharapkan partisipasi dari semua stakeholders untuk memberikan dukungan maksimal kepada pelaku UMKM untuk dapat bangkit dari keterpurukan akibat pandemi covid-19.
Dukungan terhadap UMKM
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan, Pemerintah telah mengalokasikan Rp455,62 triliun anggaran Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) untuk tahun 2022.
UMKM akan mendapatkan prioritas dalam alokasi anggaran PEN guna mendorong pemulihan yang lebih cepat,” demikian disampaikan Menko Airlangga Hartarto. Pemerintah juga memberikan restrukturisasi kredit untuk mengurangi beban para debitur.
Kebijakan ini dilakukan sebagai wujud keberpihakan dan dukungan bagi sektor UMKM yang sangat terdampak selama masa pandemi. Pada dasarnya, berbagai bentuk dukungan terhadap pengembangan UMKM dapat dilakukan oleh semua pihak.
Selain program dukungan Pemerintah terhadap UMKM yang telah disampaikan diatas, pada dasarnya, bentuk dukungan yang dapat diberikan kepada pemberdayaan UMKM dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb).
DJPb telah menginstruksikan kepada seluruh Kantor Wilayah DJPb dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara untuk menyediakan ruang bagi UMKM untuk dapat memamerkan hasil produknya.
Dewasa ini, kendati media sosial merupakan ruang pemasaran yang cukup ampuh dalam memasarkan produk UMKM. Namun, memiliki ‘ruang pamer’ berupa etalase yang representatif masih sangat dibutuhkan oleh para pelaku UMKM untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadapnya.
Dan hal ini perlu diperhatikan oleh stakeholder terkait agar kiranya dapat menyediakan kebutuhan tersebut untuk kemajuan UMKM. Berdasar pada hal tersebut, dengan potensi BMN terindikasi idle seperti yang telah dijelaskan diatas dan kebutuhan ‘ruang pamer’ bagi UMKM, kedua hal tersebut pada dasar nya dapat saling kita kaitkan untuk pemberdayaan eknomi masyarakat, dalam hal ini UMKM.
Pemanfaatan BMN terindikasi idle untuk dijadikan ‘ruang pamer’ bagi para pelaku UMKM merupakan sebuah hal yang dapat ditempuh sehingga menjadikan BMN yang ada dapat lebih bernilai dan dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (*)