KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Safrin Laiso, Lahir di Kota Baubau, sebuah Kota di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Pulau Buton dikenal sebagai daerah penghasil aspal terbesar di dunia. Sejak kecil, Safrin harus berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab, ayah dan ibunya berpisah. Karena ketidakcocokan lagi dalam rumah tangga.
Lulus SMA, Safrin bekerja merantau ke
Negeri Jiran Malaysia. Safrin menjadi
Tenaga Buruh Migran sekitar 4 tahun. Pulang dari Malaysia tahun 2005, Safrin mencoba peruntungan, membuka usaha jualan kaki lima di Kota Baubau. Demi hidup, Safrin tidak malu untuk berjualan kaset atau VCD bajakan. Dia menjajakan dagangannya di depan emperan toko yang ada pasar kakilima Kota Baubau.
Lewat usaha tekun dan bekerja ikhlas, Safrin bisa membuka lapak sendiri dan sedikit menabung. Tahun 2009, dengan misi ingin berbagi dan peduli terhadap sesama, Safrin bergabung dengan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Lembaga Pemantau penyelenggara Trias Politika (LP2TRIP). Dari sini, kemudian Safrin diajak oleh temannya ke Kendari untuk bertemu seorang pengusaha. Dengan tujuan ingin mencari peluang kerja dan usaha yang bisa dikerjakan bersama.
Akhirnya, bertemulah Safrin dengan
pengusaha tersebut. Safrin sangat tertarik dengan apa yang diucapkan oleh pengusaha tersebut. Safrin hendak join kerja sama dengan pengusaha tersebut, berinvestasi dengan uang hasil tabungannya selama ini.
Seiring berjalannya waktu, tak ada kejelasan dari pengusaha tersebut. Ternyata, proyek ini berbeda dengan konsep awal yang telah disepakati. Safrin pun merasa tertipu dan merasa geram.
Belajar Bisnis
Mau untung tapi malah buntung. Mungkin ini adalah awal kali yang dirasakan Safrin ketika dia menginvestasikan dananya untuk sebuah bisnis. Namun, malah dananya dibawa kabur oleh seorang pengusaha. Safrin selalu sebal jika harus mengingat peristiwa tersebut.
Namun suatu hari, terdengar kabar, bahwa pengusaha rekanan pengembang proyek yang membawa kabur uang investasi Safrin telah menjadi pengusaha sukses, memiliki banyak mobil mewah, karyawannya banyak. Hal ini membuat Safrin bertanya-tanya, bisnis apa yang
dikerjakan.
Padahal dia dulu kabur membawa lari uang milik Safrin. Dari sini, maka timbul niatan Safrin untuk bertemu dengan rekanan pengembang proyek yang dulu bawa kabur uangnya. Safrin tidak ingin nagih uangnya, akan tetapi ingin ikut kerja bersama rekan tersebut.
Safrin berpikir kalau saat bertemu dengan pengusaha tersebut dan meminta uangnya kembali pasti itu hal yang mudah, dan pasti dikasih. Namun Safrin ingin yang lebih, Safrin ingin tahu bagaimana dia bisa kaya, dan usaha dan pekerjaan apa yan dilakukan. Mengetahui perihal niatan Safrin menemui sang pengusaha, disambut antusias.
Safrin belajar banyak tentang bisnis penjual tambang Nikel dari pengusaha tersebut. Safrin sering diajak ke luar kota seperti Jakarta. Di sini Safrin belajar tentang bagaimana berbicara di depan klien, bagaimana presentasi, meyakinkan klien dan lain-lain.
Safrin pun semakin ahli menjelaskan
potensi dan kekayaan sumberdaya alam
tambang yang ada di Pulau Buton
Sulawesi Tenggara. Dia pun berpikir, kalau
hanya menjajakan perusahaan orang lain,
pastinya ini untungnya kecil dan
dianggapnya hanya sebagai broker atau
mediator. Maka terbesitlah di pikiran
Safrin untuk membentuk perusahaan
sendiri. Selama periode 2009 - 2016
Safrin ikut perusahaan orang lain, maka
di tahun 2016, Safrin pun mendirikan
perusahaan sendiri.
Mendirikan PT. Dewa Napan
Mineral
Dengan modal nekat, Safrin ingin membuat perusahaan pertambangan dan trading sendiri. Dengan modal pinjaman Rp15 juta, Safrin membuat surat-surat dokumen kelengkapan akta perusahaannya. “Melalui kenalan seorang teman Notaris di Bogor, akhirnya saya mendirikan perusahaan sendiri bernama PT. Dewa Napan Mineral ,” ujar Safrin.
Untuk melengkapi surat dan dokumentasi lainnya, seperti Surat izin Usaha, Tanda Daftar Perusahaan, Safrin memerlukan alamat kantor definitife. Sehingga, dia meminjam alamat rumah orang lain untuk didaftarkan keperluan pengurusan dokumen tersebut. Setelah memiliki surat dokumentasi yang sah dan lengkap, Safrin menemui salah satu pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sulawesi Tenggara. Dari pertemuan tersebut, sang pemilik IUP
mempercayakan kepada Safrin untuk
mengelola.
Waktu itu, Safrin menjanjikan uang
sebesar Rp.1,5 miliar kepada pemilik IUP. Padahal, saat itu Safrin sama sekali belum
memiliki uang. Singkat cerita supaya yakin dengan Safrin, setelah melakukan tanda
tangan kerja sama dengan Safrin, pemilik IUP mengajak Safrin ke Jakarta. Untuk
melihat langsung kegiatan Safrin dan kliennya di Jakarta. Safrin pun kebingungan. Kebetulan waktu itu, ada temannya seorang Cina yang biasa jualan di Mangga Besar Jakarta. Dia membantu tiket pesawat dan keperluan menginap di hotel Jakarta selama sepekan. Safrin ingin
menunjukkan, jika dia tidak menipu, dan
benar- benar punya mitra.
Dalam sepekan, Safrin dengan teman Cina
itu, berusaha mencari investor yang mau
bekerja sama dan memberikan DP uang
1,5 miliar untuk proyek tambang Nikel di
Sulawasi Tenggara tersebut. Sempat ke Jawa Tengah menemui salah satu pengusaha Cina, namun orang tersebut tidak bisa karena kebetulan masih ada urusan ke Singapura. Di tempat terpisah, Pemilik IUP yang berada di Hotel Jakarta pun mungkin tahu jika uang yang dijanjikan Safrin belum siap. Sehingga, Pemilik IUP hanya meminta kepada Safrin uang Rp.200 juta dulu.
Akhirnya, Safrin menghubungi temannya yang memiliki usaha kayu di Sulawesi Tenggara. Kebetulan juga masih satu perusahaan dengan Safrin di PT DNM. Dia menjabat sebagai Komisaris Utama. Dia pun ke Jakarta untuk mengantar uang Rp.200 juta yang diminta Safrin. Akhirnya Safrin pun bisa memenuhi permintaan dana awal yang diminta pemilik IUP sebesar Rp.200 juta dan sisanya Rp. 1,3 miliar akan dibayarkan menyusul.
Memulai Pertambangan
Pemilik IUP mengingatkan Safrin akan
kekurangan uang Rp.1,3 miliar untuk kerja sama tersebut. Jika tidak segera dipenuhi, maka per janjian akan dibatalkan. Safrin pun terus berusaha mencari Investor untuk tambang Nikel yang ada di Sulawesi Tenggara. Ada pemilik hotel di daerah Mangga Dua berminat. Namun setelah diadakan pertemuan masih belum deal. Safrin tidak berputus asa, dia tetap berjuang untuk mencari investor. Kemudian melalui teman Cina yang di Jakarta tersebut.
Safrin bertemu dengan salah satu calon investor. Setelah melakukan presentasi, akhirnya calon investor pun tertarik dan sepakat untuk melakukan proyek tersebut dengan dana operasional Rp.10 miliar dan akan diberikan DP sebesar Rp.1,5 Miliar.
Suatu keajaiban terjadi, dengan niat dan perjuangan ikhlas tiada henti,
akhirnya Safrin menemukan Investor
yang tepat.
“Setelah dilakukan perjanjian kerja sama
dengan investor di notaris, akhirnya saya
bisa membayar uang ke pemilik IUP dan
kami bisa memulai proyek penambangan," imbuhnya. (*/rls/m1/KP)