Parpol Masih Bisa Dicoret

  • Bagikan
Ilustrasi Parpol (Foto: Net)
Ilustrasi Parpol (Foto: Net)

Sebagai Peserta Pemilu Serentak, Jika tak Lolos Verifikasi

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Pemungutan suara Pemilu 2024 ditetapkan hari Rabu 14 Februari 2024. Regulasi mengatur bahwa tahapan Pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Itu artinya, tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 dimulai 14 Juni 2022.

"Terkait jadwal spesifiknya, masih menunggu pembahasan bersama DPR RI, Kemendagri, Bawaslu, dan DKPP RI. Dari pembahasan tersebut, nanti diketahui secara menyeluruh terkait rincian tahapan secara menyeluruh, termasuk kepastian anggaran juga keluarnya PKPU," ujar Ketua KPU Sultra Abdul Natsir Muthalib kepada Kendari Pos, Selasa (10/5), kemarin.

Kata dia, pendaftaran dan verifikasi partai politik (parpol) dimulai 1 hingga 7 Agustus 2022. KPU kini menyiapkan draf peraturan KPU dan telah diusulkan ke Komisi II DPR untuk dibahas dan diputuskan bersama. Sejauh ini, sekira 75 parpol telah berbadan hukum.

"Namun tidak semua parpol yang berbadan hukum tersebut, akan menjadi peserta pemilu. Untuk itu akan dilakukan verifikasi parpol baik verifikasi administrasi maupun faktual," ungkap Abdul Natsir Muthalib.

Pria yang karib disapa Ojo itu menjelaskan dalam verifikasi administrasi, KPU mengecek persyaratan administratif parpol untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Diantaranya, parpol mesti memiliki kepengurusan 100 persen di tingkat provinsi. Artinya, wajib ada pengurus parpol di setiap provinsi. Lalu, parpol tersebar di kabupaten dan kota, minimal 75 persen.

Kemudian, pengurus parpol tersebar 50 persen di lingkup kecamatan. Memiliki kantor yang bersifat tetap atau boleh disewa dengan catatan terdapat bukti sewa sampai waktu pemilu selesai.

"Juga menyerahkan daftar keanggotaan parpol. Syaratnya seper seribu dari jumlah penduduk kabupaten dan kota setempat. Misal, penduduk Kota Kendari seribu jiwa, maka parpol harus memiliki anggota minimal 100 orang," jelas Abdul Natsir.

Selanjutnya, kata dia, mesti lulus verifikasi faktual. Misalnya mengecek KTP anggota partai bersangkutan. Apakah benar berada di tempat yang tertulis dalam KTP dan apakah benar sebagai anggota partai bersangkutan. "Ini disebut verifikasi faktual," ujar Abdul Natsir.

Saat pendaftaran parpol dimulai, parpol menyerahkan daftar nama yang dimandatkan sebagai operator ke KPU RI. Karena KPU juga bekerja dalam bentuk Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

"Yang paling penting pula mesti ada keterwakilan perempuan 30 persen. Hal ini merujuk pada amanah UU nomor pemilu nomor 7 tahun 2017. Diharapkan kepada parpol baik di level pusat maupun daerah untuk konsisten minimal 30 persen keterwakilan perempuan," imbuh Abdul Natsir.

Abdul Natsir menjelaskan, perihal lainnya yakni menyiapkan Peraturan KPU (PKPU) terkait tahapan yang akan berjalan. Karena berbeda PKPU antara tahapan program dan jadwal. Misalnya PKPU tentang pemutakhiran data, PKPU pencalonan, PKPU verifikasi parpol untuk menjadi peserta pemilu. "PKPU ini akan disiapkan dan akan dibahas bersama Komisi II DPR RI," tutur Abdul Natsir.

Tak kalah pentingnya finalisasi anggaran Pemilu. Ada dua dalam penganggaran yakni anggaran tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan. Setiap tahapan yang akan dilaksanakan membutuhkan biaya.

"Mudah-mudahan pembahasan terkait anggaran dan tahapan tidak begitu alot, sehingga bisa segera selesai. Selanjutnya KPU memiliki waktu yang luas untuk bekerja," harap Abdul Natsir.

Abdul Natsir menambahkan, paling lambat 16 bulan sebelum hari pemungutan suara, data agregat kependudukan per kecamatan (DAK-2) harus tersedia dan diserahkan oleh Kemendagri kepada KPU. DAK-2 itu sebagai bahan bagi KPU dalam menyusun daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota.

Termasuk data penduduk potensial pemilih Pemilu (DP4) harus diserahkan oleh pemerintah paling lama 14 bulan sebelum pemungutan suara. "Untuk pemutakhiran data pemilih oleh KPU kabupaten/kota diselesaikan paling lama 3 bulan setelah diterimanya DP4," jelas Abdul Natsir.

Sebelumnya, pengamat politik Sultra, Dr.Najib Husain mengatakan KPU harus segera menerbitkan Peraturan KPU (PKPU). Jangan dicetuskan dalam kondisi tiba-tiba. Karena belajar dari pemilu sebelumnya, tidak sedikit PKPU terlambat diterbitkan oleh KPU. "Sehingga secara teknis petugas yang bekerja di lapangan mengalami kesulitan. Karena lambannya PKPU dikeluarkan," ujarnya.

Dr.Najib Husain menyarankan, kertas surat suara mesti disederhanakan. Diramu sedemikian rupa agar tidak berlembar-lembar. Tujuannya untuk efektivitas dan efisiensi waktu saat pencoblosan.

"Surat suara agar harus dibuat memudahkan pemilih. Karena salah satu kelemahan pemilu 2019 karena banyaknya surat suara yang tidak sedikit membingungkan pemilih dan waktu pencoblosan yang lama," ungkap Dr.Najib Husain.

Akademisi Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Halu Oleo itu menambahkan, memantapkan kualitas dan kesehatan SDM badan adhoc sangat penting. Karena pada pemilu sebelumnya (2019), tak sedikit yang direkrut KPU tidak mengikuti Bimtek secara menyeluruh yang mengakibatkan kurangnya memahami poin-poin yang dikerjakan saat bertugas.

Selain itu, sekira 800 personel gugur yang didominasi badan adhoc. Di Sultra ada enam orang. Nah, untuk mengantisipasi agar tidak terulang kembali tragedi memilukan maka dapat lebih cepat merekrut badan adhoc.

Termasuk regulasi yang mengatur tentang perekrutan agar tidak bersifat rumit. Misalnya di Sultra pada pemilu sebelumnya kesulitan merekrut KPPS. Karena ada salah satu kriteria harus pernah menjabat dua periode atau dua kali bertugas. Ini kriteria yang sulit.

"Harus ada perubahan regulasi. Dalam artian memudahkan dalam upaya perekrutan. Namun pada aspek kesehatan harus diperketat. Dan biayanya harus ditanggung oleh negara bukan dari calon peserta penyelenggara," tandas Dr.Najib Husain. (ali/b)

  • Bagikan

Exit mobile version