KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID — Sengketa Pulau Kawi-Kawia dan/atau Pulau Kakabia belum tuntas. Wilayah itu diklaim masuk Kabupaten Kepulauan Selayar (Sulsel). Pemprov Sultra juga bersikukuh Pulau Kawi-Kawia bagian dari Kabupaten Buton Selatan (Busel). Gubernur Sultra Ali Mazi berjuang agar Pulau Kawi-Kawia kembali ke pangkuan Sultra.
Gubernur Sultra Ali Mazi berjuang melalui jalur diplomasi di Komisi II DPR RI. Dia didampingi anggota DPR RI asal Sultra, Hugua di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (11/4) kemarin. Di hadapan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, Gubernur Ali Mazi memaparkan bahwa Pulau Kawi-Kawia diklaim Sulsel berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Kakabia dan/atau Pulau Kawi-Kawia. Sedangkan penetapan Pulau Kawi-Kawia di Sultra berdasarkan Undang-Undang.
“Pada pasal 3 permendagri itu disebutkan, Pulau Kakabia masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar (Sulsel). Hal itu sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan (Busel) di Provinsi Sultra,” ujar Gubernur Ali Mazi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Gedung DPR, kemarin.
Tahun 2018, Pemkab Kepulauan Selayar mengajukan yudicial review terhadap UU 16/2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI. MK melalui putusannya bernomor 24/PUU-XVI/2018, menyatakan bahwa permohonan Pemohon I atas nama Muh. Basli Ali (Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar) dan pemohon II atas nama Mappatunru (Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar) tidak dapat diterima. Putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat.
Persoalan Pulau Kawi-Kawia terus berlanjut, dengan terbitnya Keputusan Mendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau Tahun 2022, dimana dalam lampirannya telah tertera Pulau Kakabia (Kawi-Kawia) dengan Nomor Kode 73.01.40123, masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar.
“Sehubungan dengan itu, Pemprov Sulawesi Tenggara sangat keberatan atas keluarnya kepmendagri tersebut,” tegas Gubernur Ali Mazi.
Dasar keberatan Pemprov Sultra itu adalah pertama, sejak Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 terbit, Pemprov Sultra melayangkan lima surat kepada Mendagri.
Namun, tidak satupun yang direspons atau difasilitasi oleh Kemendagri, untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang terjadi pada pulau tersebut, sehingga dapat mencegah terjadinya konflik, khususnya pada masyarakat Kabupaten Busel dan Kabupaten Kepulauan Selayar.
Alasan kedua, menurut Gubernur Ali Mazi bahwa negara mengakui Pulau Kawi-Kawia menjadi bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sultra. Hal itu dibuktikan dengan delapan dokumen. Pertama, peta lampiran Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan (Busel) di Provinsi Sultra. Kedua, hasil keputusan MK Nomor 24/PUU-XVI/2018. “Ketiga, fakta sejarah yang menunjukan bahwa Pulau Kawi-Kawia merupakan wilayah Kesultanan Buton dan Pemerintah Swapraja Buton,” jelas Gubernur Ali Mazi.
Selanjutnya, keempat, dokumen berita acara beserta lampiran hasil verifikasi pulau di Provinsi Sultra tahun 2008. Kelima, peta rupa bumi Indonesia lembar bukti NLP 2209 edisi 1 tahun 1997, mencantumkan Pulau Kawi-Kawia sebagai bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton (saat ini Kabupaten Busel).
Keenam, dokumen Perda Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 5 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar tahun 2012 – 2032. Ketujuh, Perda Kabupaten Buton Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buton tahun 2013–2033. Kedelapan, Perda Provinsi Sultra Nomor 9 tahun 2018 tentang Rencana Tata Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sultra.
“Penetapan Pulau Kakabia menjadi bagian wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar hanya berdasarkan Permendagri Nomor 45 Tahun 2011,” kata Gubernur Ali Mazi.
Ketika Permendagri 45/2011 tersebut ditetapkan, Kemendagri tidak pernah mengundang rapat kedua belah pihak antara Pemprov Sultra dan Pemprov Sulsel.
“Sehingga besar dugaan kami, penetapan Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 diputuskan secara sepihak, dengan mengesampingkan prinsip musyawarah yang selama ini digunakan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan satu permasalahan,” tegas Gubernur Ali Mazi.
Alasan ketiga, lanjut Gubernur Ali Mazi, bahwa menurut ketentuan Permendagri Nomor 1 tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, bila terjadi perselisihan batas daerah, maka pihak Kemendagri akan mengundang pihak yang bersengketa untuk membahas dan menuangkan dalam berita acara. Bila dalam beberapa kali rapat tidak ada kesepakatan maka Kemendagri akan memutuskan/menetapkan berdasarkan pertimbangan dan dokumen yang disampaikan oleh masing-masing pihak.
“Dalam Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 terdapat “kejanggalan” yang menurut kami tidak lazim, terkait dengan penulisan abjad Pulau Kakabia sebagaimana tertuang dalam Lampiran Kepmendagri tersebut pada halaman 3.817, dimana harusnya ditempatkan sesuai urutan abjad yang ada. Namun Pulau Kakabia ditempatkan paling akhir dari urutan abjad,” jelas Gubernur Ali Mazi.
“Hal ini dapat diduga ada oknum yang sengaja merekayasa dengan maksud mengaburkan dan menyembunyikan penempatan penulisan nama abjad untuk Pulau Kakabia di pojok dan tidak berurutan, sehingga menyulitkan untuk membacanya,” sambung Gubernur Ali Mazi.
Selain itu, berdasarkan rekapitulasi jumlah pulau di Provinsi Sultra, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 pada halaman 3824, ada dua kabupaten di Sultra dihilangkan, yaitu Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) dan Kabupaten Busel.
Hal tersebut menjadi bentuk pengingkaran terhadap UU Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Kolti. di Provinsi Sultra, dan UU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Busel di Provinsi Sultra.
“Berkaitan dengan itu, patut diduga bahwa ada upaya oknum untuk menghilangkan Pulau Kawi-Kawia dari wilayah Busel Provinsi Sultra, atau tindakan muslihat yang dilakukan oknum tertentu untuk mengaburkan status Pulau Kawi-Kawia (penamaan Kab. Buton/Busel) atau Kakabia (penamaan Kabupaten Kepulauan Selayar) dari wilayah Kabupaten Busel,” imbuh Gubernur Ali Mazi.
Gubernur Sultra dua periode itu menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa pulau tersebut ke DPR RI. Gubernur Ali Mazi berharap, DPR dapat menyelesaikan permasalahan terkait posisi dan batas wilayah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Itu penting dilakukan agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. (rls/ags/b)